Minggu, 25 Juni 2017
Untuk kesekian kali, secara Nasional Hari Raya Idul Fitri di Indonesia selalu bersama baik versi Pemerintah, Organisasi Keagamaan, dan sistem Hisab dan Rukiyat. Masing-masing Organisasi dan masyarakat diberi kebebasan dalam menentukan Hari Raya Idul Fitri, namun masyarakat Indonesia sebagian besar menunggu Pengumuman Resmi dari Pemerintah. Perdebatan penentuan Hari Raya di Indonesia tidak pernah merusak sistem NKRI. Bahkan Raya Raya Idul Fitri di Negara tercinta ini pernah dan sering terjadi selama 3 hari di beberapa Wilayah NKRI tanpa ada yang mencemooh. Sebenarnya Bangsa ini terkenal dengan sikap Toleransi. Keberagaman Suku, Agama, Ras (warna kulit), dan Antar Golongan (Organisasi dan Partai) telah ditunjukkan dengan Contoh Para Pendiri Negara Indonesia sejak Negara ini akan berdiri kembali tahun 1945 periode Mei - Agustus. . NKRI sudah ditunjukkan sejak Abad VII dengan Kerajaan Sriwijaya, Abad XIV dengan Kerajaan Majapahit. Apabila saat ini masih ada orang yang mempertanyakan NKRI apalagi meragukan NKRI berarti Pola Pikir Mereka hanya untuk kepentingan sesaat. Saya yaqin, Mereka tidak pernah Belajar Sejarah Bangsa Indonesia NKRI tidak pernah ada perang Agama, perang Suku, Perang Antar Golongan. Bila ada perang di NKRI, sebenarnya diciptakan oleh Penjajah Belanda dengan sistem Devide et Impera (Politik Pecah Belah dan Jajah) yang selalu gagal. Simak Perjuangan Kaum Padri dan Kaum Adat di Sumatera Barat, Kegaglan Belanda mengirim tokoh Sentot Alibasyah (Jawa) ke Sumatera Barat. Memindahkan Diponegoro dari Jawa ke Ambon dan Akhirnya di Sulawesi setelah tertangkap dalam penipuan oleh Belanda, tidak menyurutkan Perang Jawa dan malah menambah Semangat Perjuangan Rakyat Sulawesi Selatan dalam mengusir Penjajah.
Hari Raya tahun ini sangat semarak, kegiatan Takbir bersama keliling Kampung menjelang Sholat Idul Fitri mewarnai kemenangan warga, khususnya yang menjalankan Ibadah Puasa. Suka cita warga bertambah nikmat setelah sholat Idul Fitri. Makna Maaf memaafkan di Masyarakat dan Mudik untuk silaturahmi dengan Keluarga merupakan momen penting dan khusus yang hanya akan dijumpai di bumi Indonesia. Tradisi ini jangan ada lagi yang membantah dan mempertentangkan. Kadang kita mengatakan bahwa, "Mengapa minta maaf harus menunggu hari Raya?". Hal seperti ini janganlah dibesar-besarkan. Seharusnya kegiatan Silaturahmi dari yang muda ke yang tua, yang salah kepada mereka yang menganggap benar harus dipupuk dalam kehidupan sehari-hari pada hari berikutnya. Bila kita salah segeralah minta maaf. Kesalahan kepada Allah, harus bertobat dan berjanji tidak mengulangi lagi. Kesalahan pada Manusia sekecil apapun segeral minta maaf. Kesalahan pada diri sendiri segera Instropeksi.
Sejak tahun 2013 Kami sekeluarga mulai Sholat di Wilayah Kalidami. Ada dua tempat Sholat Idul Fitri yang berdekatan yaitu di Jalan Kalidami VII dan Jalan Kalidami VIII (yang dialihkan di Jalan besar Kalidami). Kedua MAsjid yang berdekatan selalu hidup rukun damai, tanpa ada yang mencela dan saling menyindir. Di Kalidami I - V juga ada sholat Idul Firtri di MAsing-masing Kampung yang berdekatan dengan Masjid. Usaha memakmurkan Masjid perlu diacungi Jempol.
Sebelumnya, kami menempati Rumah di Dukuh Setro XI-A/42 sejak tahun 2000 (16 Agustus) - 16 Agustus 2013. Selama ini kami sholat Idul Fitri berpindah-pindah. Pernah di Masjid di sekitaran Jalan Setro Baru I atau ke Ruko Yakaya di Babatan Pantai Kenjeran. Waktu itu, kami senang mencara tempat Sholat terjauh dari rumah dengan berangkat pukul 05.00 hingga mendekati pukul 06.00 untuk bertemu dengan Masjid/Lapangan yang segera ikut Sholat. Yang seperti ini, sering berisiko untuk tertinggal.
Saat menempati rumah di Setro Baru I/17 (usai hari Raya, 26 Maret 1993) hingga 16 Agustus 2000. Kami menikah, tgl. 28 Januari 1984 di Ambengan Batu III/11 dan Ngunduh Mantu, 5 Februari 1982 di Barata Jaya XV/17. Waktu pindah memiliki 3 putra/putri.
1. Renny Nurmita Indrawati (9 Januari 1985), lahir di RS Suwandi, 6 tahun
2. Syuriah Rakhma Putri (8 Agustus 1991), lahir di RS Adi Usada Kapasari, usia 2 tahun
3. Iqbal Erlangga Satriadi (28 Desember 1992), Lahir di RS dr. Sutomo, usia 3 bulan
Pernah memiliki PRT sebanyak 3 saja. Selanjutnya kami merawat anak secara bergantian Jadual masuk di Sekolah. Saya masuk pagi dan Istri masuk siang. Semua anak kami bersekolah di SDN Gading VI ikut Ibunya. Saat TK hanya Renny yang masuk TK Ambengan. Putri dan Iqbal di TK Dukuh Setro VI).
Mytha : SDN Gading VI, SMPN 9, SMKN 10, Akademi Satya Widya
Putri : SDN Gdaing VI, SMP YP Trisila, SMAN 3(recent), SMKN Untag, Unair (recent), UN Veteran
Iqbal : SDN Gading VI, SMPN 40, SMPN 9 (Mutasi), SMKN 10, Untag
Usai menikah tanggal 28 Januari 1984, menempati rumah berpindah-pindah yaitu Baratajaya XV/17, Ambengan Batu III/15, Jalan Terong No. 11, Ambengan Batu IV/6A (1984 - 1993).
Dari Mitha ke Putri, kami kehilangan 3 anak di dalam Kandungan Istri, dan dua diantaranya dikubur di Karanggayam.
Tanggal 3 Desember 1997, Bapak Istri (Suradi) meninggal dunia dan dimakamkan di Makam Pahlawan Mayjen Sungkono dengan Isnpektur Upacacara Letkol Sumantri.
Tradisi Sungkeman dilaksanakan di Keluarga Suradi sejak dulu dan saya baru ikut Sungkeman 3 Juli 1994. Sedang di Keluarga Saya, Sungkeman biasa saja. Tradisi "Unjung-unjung" di Ambengan Batu dengan membagi uang receh banyak dikunjungi tidak hanya anak Ambengan tapi juga dari wilayah sekitar. Uang recehan yang terbagi sesuai nilai pada jamannya, pernah dimulai dari uang 100 rupiah hingga saat ini 2000 rupiah. Anak-anak ini mengabaikan jajanan. Prinsip : datang-salaman-dapat uang-salaman-pulang dengan cara berombongan. Tradisi di Setro Baru, Dukuh Setro (Kel. Dukuh Setro dan Gading) tidak dijumpai. Ini menunjukkan beda Kampung Lawas dan Anyar. Wilayah Kalidami, warganya hanya saling berkunjung tanpa ada uang kepada anak-anak. Keluarga Ambengan dan Nginden juga membagikan Uang Senang/Uang Kemenangan kepada sanak Keluarga yang belum menikah. Bila sudah menikah, maka biasanya gantian pada cucu. Keluarga yang rezekinya berlebih memberikan kepada Cucu dan Keponakan. Momen seperti ini sebenarnya memberikan solusi bagaimana cara berbagi kepada Keluarga dan memberikan contoh pada yang kecil kelak suatu hari pasti berkeinginan untuk memberi pada saudara. Pengalaman saya, bahwa dengan memberi dan menambah pemberian ternyata setiap tahun tidak berkurang, malahan bertambah. Saya sendiri tidak tahu, kapan mulai memberi pada Keponakan-keponakan terdekat. Hasilnya setiap tahun rezeki saya tidak pernah berkurang bahkan selalu berlebih. Kesimpulan Rezeki jangan dicari, tapi ditanam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar