Senin, 12 September 2016 tepat pukul 06.00, Sholat Idul Adha berjamaah dilaksanakan di Jalan Kalidami sisi sebelah timur, Surabaya yang dilaksanakan oleh Musholla Al-Amin Kalidami VIII dengan Imam dan Khotib Ust. Muhammd Aslam, S.Ag, sedang di Kalidami VII (Masjid Baitut Taubah) dilaksanakan Sholat Idul Adha di dekat Masjid. Istri di Kalidami VII, Cucu di Jalan Kalidami. Usai Sholat Idul Adha diadakan penyembelihan Hewan Qurban di masing-masing Masijid/Musholla.
Sumber Internet :
A. http://al-mukmin.com/index.php/artikel/umum/32-ibadah-qurban-dalam-al-qur-an
IBADAH QURBAN DALAM
AL-QUR’AN
Detail
Ditulis oleh Munirul Haq, S.Ag.
IBADAH QURBAN DALAM AL-QUR’AN
(Ibadah Keikhlasan, Kepasrahan dan Ketaqwaan)
(Ibadah Keikhlasan, Kepasrahan dan Ketaqwaan)
Kata qurban berasal dari bahasa Arab yaitu “qaruba-yaqrubu-qurban,
qurbanan", yang artinya dekat. (Kamus Al-Bisri,1999).
Maksudnya ialah mendekatkan diri kepada Allah Swt. Adapun pengertian secara
istilah qurban adalah penyembelihan hewan dalam rangka ibadah dan mendekatkan
diri kepada Allah Swt yang dilakukan pada waktu tertentu. Ibadah qurban
disyariatkan pada tahun ketiga hijrah, sama halnya dengan zakat dan shalat hari
raya. (Terjemahan Fiqih Islam wa Adillatuhu, 2011).
Ibadah qurban ini syariatkan dalam Islam dan telah diceritakan
dalam beberapa ayat dalam al-Quran, seperti surat al-Kautsar ayat 2.
فَصَلِّ لِرَبِّكَ
وَانْحَرْ
Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkurbanlah
(sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).
Dalam surat al-Maidah ayat 27 :
Dalam surat al-Maidah ayat 27 :
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ
بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ
يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ
اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka
tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka
(qurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan yang lain
(Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti membunuhmu!”
Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang
bertakwa.”
Ibadah Qurban yang dulu dilakukan kedua anak Nabi Adam as Qabil dan Habil adalah perintah Allah Swt untuk mengetahui siapa di antara keduanya yang ikhlas dalam beramal. Keduanya diuji oleh Allah untuk berqurban sebagai syarat utama untuk menikahi saudara kembar mereka secara silang. Qabil harus menikahi Labuda adik Habil, sedangkan Habil harus menikahi Iklima adik Qabil. Perintah menikah secara silang ini tidak diterima Qabil dengan alasan ia lebih mencintai Iklima yang lebih cantik dari Labuda adik Habil. Kemudian Allah Swt memerintahkan Nabi Adam as untuk menguji kedua anaknya itu dengan berqurban dari hasil usaha mereka masing-masing. Qabil berqurban dari hasil perkebunannya dengan buah yang kurang baik, sedangkan Habil berqurban dengan hewan ternak yang gemuk. Dari sinilah Allah Swt mengetahui keikhlasan dan kepasrahan antara keduanya, yang akhirnya Allah menerima qurban Habil.
Ibadah Qurban yang dulu dilakukan kedua anak Nabi Adam as Qabil dan Habil adalah perintah Allah Swt untuk mengetahui siapa di antara keduanya yang ikhlas dalam beramal. Keduanya diuji oleh Allah untuk berqurban sebagai syarat utama untuk menikahi saudara kembar mereka secara silang. Qabil harus menikahi Labuda adik Habil, sedangkan Habil harus menikahi Iklima adik Qabil. Perintah menikah secara silang ini tidak diterima Qabil dengan alasan ia lebih mencintai Iklima yang lebih cantik dari Labuda adik Habil. Kemudian Allah Swt memerintahkan Nabi Adam as untuk menguji kedua anaknya itu dengan berqurban dari hasil usaha mereka masing-masing. Qabil berqurban dari hasil perkebunannya dengan buah yang kurang baik, sedangkan Habil berqurban dengan hewan ternak yang gemuk. Dari sinilah Allah Swt mengetahui keikhlasan dan kepasrahan antara keduanya, yang akhirnya Allah menerima qurban Habil.
Habil seorang yang shalih dan qurbannya diterima oleh Allah
karena ketakwaannya. Ia berkata kepada Qabil ketika diancam mau dibunuhnya,
“Sungguh, kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, maka aku
sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu”. Maksud
perkataan Habil di sini ialah bahwa ia tidak akan membalas perbuatan Habil yang
rusak itu dengan perbuatan yang sama, sehingga ia akan sama-sama berdosa.
Karena itu disebutkan dalam hadis Nabi saw yang berbunyi :
« إِذَا تَوَاجَهَ
الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِى النَّارِ ».
قَالَ فَقُلْتُ أَوْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَالُ
الْمَقْتُولِ قَالَ « إِنَّهُ قَدْ أَرَادَ قَتْلَ صَاحِبِهِ ».رواه بخاري ومسلم
“Jika dua orang muslim yang saling berhadapan dengan pedang
masing-masing, maka yang membunuh dan yang terbunuh masuk Neraka”. Ditanya,
wahai Rasulullah, yang membunuh wajar (masuk Neraka)? Beliau menjawab, “Karena
ia juga berkeinginan untuk membunuh sahabatanya”. (Shahih Tafsir Ibnu Katsir
jilid 3, 2013).
Kisah lain ialah qurban yang dilakukan Nabiullah Ibrahim as dan
putranya Ismail diceritakan dalam Al-Quran surat as-Saffat ayat 102-107
yang artinya: Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku
melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa
pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar". Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim
membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan
Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim. Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi
itu", sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang
yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang
nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”.
Ketulusan dan kepasrahan Nabi Ibrahim dan putranya Ismail untuk
melaksanakan perintah Allah tidak diragukan. Iblis selalu berusaha
untuk menggodanya, namun Ibrahim tetap kuat dan kukuh untuk melaksanakan
perintah Allah walaupun hanya lewat mimpi (ru’yah shadiqah). Dengan ketabahan,
ketulusan, dan tawakkal kepada Allah, ia melaksanakan perintah tersebut dengan
penuh keyakinan, kepasrahan dan keikhlasan.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, “Ketika
Ibrahim as diperintahkan untuk mengurbankan anaknya, syaitan menghadangnya
ditempat sa’I (berlari-lari kecil) dan ingin mendahuluinya, tetapi Ibrahim
lebih dulu sampai. Kemudian Malaikat Jibril membawanya menuju Jumratul
‘Aqabah, di sini syaitan menghadang, lalu ia lempar dengan tujuh buah kerikil.
Kemudian ia melanjutkan perjalanan hingga syaitan menghadang di Jumratul
Wustha, ia lempar syaitan itu dengan tujuh buah kerikil". (Shahih Tafsir Ibnu
Katsir jilid 7, 2013).
Sebenarnya penyembelihan qurban atas nama Allah disyariatkan
pada umat-umat sebelumnya. Allah Swt berfirman :
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا
لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ (34)
الحج
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan
(qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah
direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena
itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada
orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)”.
Rasulullah Saw melaksanakan qurban pada saat melaksanakan haji Wada’di Mina. Beliau berqurban 100 ekor unta, 70 ekor disembelih dengan tangannya sendiri dan 30 ekor disembelih oleh Ali bin Abi Thalib. Ibadah qurban beliau ini difirmankan Allah dalam surat Al-Hajj ayat 36 yang artinya : Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.
Berqurban pada hakikatnya adalah bentuk pengabdian dan kepasrahan seorang hamba dalam melaksanakan perintah Allah Swt. Hanya orang-orang yang bertakwa serta ikhlas sajalah yang akan diterima qurbannya oleh Allah Swt. (Syahruddin El-Fikri; Republika, 2010).
Allah berfirman:
Rasulullah Saw melaksanakan qurban pada saat melaksanakan haji Wada’di Mina. Beliau berqurban 100 ekor unta, 70 ekor disembelih dengan tangannya sendiri dan 30 ekor disembelih oleh Ali bin Abi Thalib. Ibadah qurban beliau ini difirmankan Allah dalam surat Al-Hajj ayat 36 yang artinya : Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.
Berqurban pada hakikatnya adalah bentuk pengabdian dan kepasrahan seorang hamba dalam melaksanakan perintah Allah Swt. Hanya orang-orang yang bertakwa serta ikhlas sajalah yang akan diterima qurbannya oleh Allah Swt. (Syahruddin El-Fikri; Republika, 2010).
Allah berfirman:
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا
دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ
لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ (37) الحج
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat
mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat
mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya
kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar
gembira kepada orang-orang yang berbuat baik” . (Al-Hajj:37).
Dalam ayat di atas Allah Swt menyatakan bahwa tujuan
disyari’atkan penyembelihan hadyu-hadyu dan hewan-hewan qurban ini tidak lain
agar semua hamba mengingat-Nya saat menyembelihnya. Sebab Allah-lah yang
menciptakan dan yang memberi rizki. Dia tidak mendapatkan sedikit pun dari
dagingnya tidak pula dari sembelihan tersebut sebab memang Dia tidak
membutuhkannya. Allah Swt Mahakaya dari apa pun selain-Nya. Akan tetapi yang
sampai kepada Allah Swt hanyalah keihklasan dan ketakwaan sehingga Dia memberi
balasan dan pahala kepada yang hamba-Nya yang berqurban. Siapa pun dia Allah
Swt tidak akan melihat seseorang karena kekayaannya, berapa jumlah hewan yang
diqurbankan dan bagaimana status sosialnya, akan tetapi Dia melihat hati dan
amalnya. Disebutkan dalam hadis :
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَادِكُمْ وَلاَ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ - رواه مسلم
“Sesungguhnya Allah tidak memandang bentuk badanmu dan tidak
pula bentuk rupamu, akan tetapi Dia memandang hatimu” (Shahih Tafsir Ibnu
Katsir jilid 6, 2013).
Oleh karenanya Allah Swt menganjurkan untuk ikhlas pada saat
menyembelih qurban. Tujuannya mencari ridha Allah, bukan untuk
membanggakan diri, riya’, pamer, sum’ah atau yang lainnya. Allahu a’lam .
--00--
Sumber Bacaan
1. Shahih Tafsir Ibnu Katsir
2. Tafsir Al-Qur’an As-Sa’di
3. Fiqh Islam wa Adillatuhu
4. Koran Republika, 2010
1. Shahih Tafsir Ibnu Katsir
2. Tafsir Al-Qur’an As-Sa’di
3. Fiqh Islam wa Adillatuhu
4. Koran Republika, 2010
B. http://roufazhar.blogspot.co.id/2012/09/tuntunan-qurban-dan-permasalahannya.html
TUNTUNAN
QURBAN DAN PERMASLAHANNYA (DISADUR DARI BERBAGAI SUMBER)
1. Qurban
Kata “Qurban” berasal
dari kata qarraba – yuqarribu – qurbaanan, yang berarti “ pendekatan diri “.
Dalam istilah agama berarti usaha pendekatan diri kepada Yang Maha Kuasa, yang
realisasinya dengan menyerahkan sebagian nikmat yang telah diterima dari Allah
SWT dan diserahkan kepada Allah SWT.
2. Sejarah Qurban
Disebutkan dalam
al-Qur’an ayat 27 Surat Al-Maidah, bahwa Qurban telah dilakukan oleh kedua anak
Adam :
“Ceritakan kepada
mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil ) menurut agama yang sebenarnya
ketika keduanya mempersembahkan Qurban, maka diterima dari seorang dari mereka
berdua (Habil ) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil) :
“Aku pasti membunuhmu”. (Habil) berkata : “ Sesungguhnya Allah hanya menerima
(Qurban ) dari orang-orang yang takwa”.
Menurut Mufassirin,
kedua anak Adam itu adalah Qabil, yang melakukan Qurban dengan memberikan hasil
tanamannya yang jelek-jelek, sedang Habil berqurban dengan menyembelih seekor
kambing yang baik. Dari informasi itu dapat kita ketahui bahwa qurban telah
dilkukan orang sejak jaman Nabi Adam As.
Melihat kandungan ayat
107-108 Surat Ash-Shaffat (37), Ibrahim As melaksanakan perintah dari Allah SWT
untuk mengurbankan anaknya yang kemudian menjadi tuntunan untuk melaksanakan
Qurban yang diabadikan, ayat tersebut adalah :
Dan kami tebus anak
itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan anak Ibrahim (pujian
yang baik ) dikalangan orang-orang yang datang kemudian “.
Syariat berqurban
dengan menyembelih binatang ternak tersebut menjadi syariat untuk umat nabi
Muhammad. Ibadah qurban itu disyariatkan kepada umat Muhammad pada tahun kedua
dari Hijrah Nabi SAW. Sebagaimana disyariatkan shalat ‘Idul Adha, shalat ‘Idul
Fitri dan Zakat.
3. Dasar Perintah Berqurban
Ibadah qurban menjadi
syari’at Muhammad berdasarkan firman Allah SWT :
a. Surat Al- Kautsar (108) ayat 1 dan 2 :
Sesungguhnya kami
telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena
tuhan-Mu, dan berqurbanlah”.
b. Surah Al Hajj (22) ayat 36 :
Dan telah kami jadikan
untuk kamu unta-unta itu sebagian dari pada syi’ar Allah, kamu memperoleh
kebaikan yang banya daripadanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu
menyembeluh dalam keadaan berdiri (dan telah terikat ). Kemudian apabila telah
roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela
dengan apa yang ada padanya (yang tidak minta) dan orang yang meminta.
Demikianlah Kami menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu
bersyukur.
c. Hadis Nabi SAW riwayat Ahmad dan Ibnu Majah,
dari Abu Hurairah : “Barang siapa yang mendapatkan keluasaan (rizki untuk
berqurban), tetapi ia tidak berqurban (dengan menyembelih binatang) maka
janganlah mendekati tempat ahalat Kami”.
4. Hukum berqurban
a. Orang yang telah bernadzar akan berqurban,
wajib baginya melaksanakan nadzar tersebut. Hal itu berdasarkan
hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim.
“ Barang siapa
bernadzar untuk taat kepada Allah maka laksanakan”. (HR. Bukhori dan
Muslim)
b. Orang
yang mampu (kaya) menyembelih hewan Qurban adalah hukumnya wajib,
sebagaimana sabda Nabi Saw yang telah disebutkan diatas.
Adapun menururt para
ulama ada beberapa kriteria untuk mrnggolongkan seseorang itu mampu atau kaya :
1. Menurut sebagian ulama, jika seseorang itu
telah memiliki uang nishab zakat.
2. Menurut ulama lain, seseorang itu digolongkan
kaya atau mampu adlah orang yang mampu memebeli harga hewan Qurban, sekalipun
dengan berhutang asal nanti dapat melunasi hutangnya itu.
Terlepas dari hukum
berqurban, seyogyanya bagi orang yang mempunyai kemampuan berqurban
hendaknya mau melaksanakan ibadah Qurban, berdasarkan “fastabiqul khairot”
dalam rangka mentaati Allah dan ittiba’ Rasulullah, Sebagaiman
tersebut pada hadis ( no. 3a & c ).
5. Hikmah berqurban
a. Berdasarkan ayat 37 surat Al
Hajj (22), bahwa berqurban itu merupakan realisasi taqwa:
“Daging-daging unta
dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhoan) Allah, tetapi
ketaqwaan daripad kamulah yang dapat mencapainya.
Demikianlah Allah telah
menundukannya untuk kamu supaya kamu mrngagungkan Allah terhadap hidayahNya
kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.
b. Hadis riwayat At Tairmidzi dari Aisyah, hadis
itu menunjukan betapa besarnya pahala besarnya bagi orang yang berqurban. Hadis
tersebut berbunyi : Dari Aisyah r.a. ia berkata, “ tidak ada satupun
perbuatan manusia dari suatu perbuatan pada hari raya Nahr yang lebih disukai
oleh Allah daripad mengalirkan darah (menyembelih Qurban). Sesungguhnya orang
yang berqurban itu akan datang pada hari kiamat dengan membawa tanduk, bulu dan
kuku binatang Qurban itu (sebagai bukti). Sesungguhnya darah yang mengalir itu
lebih cepat sampainya kepada Allah daripada jatuhnya darah ke tanah. Maka
berbuatlah sebaik-baiknya dengan berqurban, dengan mensucikan diri (ikhlas)”.
(HR. At Tirmidzi, ibnu Majah dan Hakim).
6. Macam-macam
Binatang
Hewan yang dapat untuk berqurban
adalah binatang ternak, sebagaimana tercantum dalam ayat 34 surat al Hajj (22)
:
“Dan bagi
tiap-tiap umat telah kami syari’atkan penyembelihan (Qurban), supaya mereka
menyebut Nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizkikan Allah kepada
mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah
kepada Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh
(kepada Allah)”.
Yang termasuk kedalam pengertian
binatang ternak di kalangan ulama, menyebutkan bahwa binatang ternak itu
adalah : unta, sapi, (kerbau termasuk sapi), kambing termasuk domba
dan biri-biri.
Tentang keutamaan hewan mana yang
disembelih untuk qurban, karena di dalam Al Qur’an disebutkan secara umum,
maka para ulama menginterprestasikannya menurut faham masing-masing.
Ulama Syafi’Iyah dan Hambaliyah
berpendapat bahwa unta lebih utama, karena harga unta lebih mahal dibandingkan
dengan harga binatang ternak yang lainnya.
Ulama Malikiyah mengnggap kambing
lebih utama, karena kambing atau domba dijadikan hewan qurban oleh Nabi Ibrahim
sebagai ganti Ismail.
Menurut ulama Hanafiah, yang lebih
banyak dagingnya adalah yang lebih utama.
Kita tidak perlu mempetentangkan
hewan mana yang lebih utama untuk disembelih sebagai hewan qurban.
Karena baik penyembelihan unta maupun kambing dilakukan oleh nabi Muhammad Saw,
bahkan di dalam Al qur’an disebutkan secara umum yakni “Bahiimatul An’aam” yang
pengertiannya meliputi semua ternak termasuk sapi, dan di Indonesia termasuk
pula kerbau.
Allah menyebutkan secara umum terhadp
binatang ternak tersebut. Hal itu mengandung kemudahan (hikmah) bagi yang hidup
di berbagai daerah yang berbeda-beda . bagi orang Indonesia barangkali suka
makan daging qurban berupa hewan sapi atau kambing daripada unta, sekalipun
harga unta itu lebih mahal.
7. Kriteria Binatang Qurban
a. Prinsipnya, binatang yang disembelih untuk
Qurban hendaknya yang baik dan tidak cacat. Pada hadis riwayat Bukhari dan
Muslim, Nabi berqurban dengan menyembelih kambing yang bagus dan enak
dipandang, Hadits Rasulullah :
Dari Anas semoga Allah
meridhoinya, berkata: “ Bahwasnya Nabi Saw telah berqurban dengan dua ekor
kibas yang enak dipandang mata lagi mempunyai tanduk. Beliau menyembelih
sendiri dengan membaca Basmallah dan bertakbir.”
Sebaliknya, binatang
yang cacat tidak memenuhi kriteria untuk dijadikan hewan qurban. Mengingat
Allah SWT telah berfirman dalam Surat Al Imran(3) ayat 92 :
”Kamu sekali-kali
tidak sampai kepada kebaktian (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan
sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa daja kamu nafkahkan , maka
sesungguhnya Allah mengetahuinya “.
Dalam pada itu, nabi Saw telah
memberikan kriteria hewan yang tidak memenuhi syarat untuk berqurban ada empat.
Yaitu berdasarkan pada hadis riwayat At Tairmidzi.
Bersabda Nabi Saw, “
Empat binatang yang tidak boleh dijadikan binatang Qurban, yaitu yang buta lagi
jelas kebutaannya, yang sakit lagi jelas sakitnya, yang pincang lagi jelas
pincangnya, dan binatang kurus kering dan tidak bersih”.
Tegasnya, empat macam binatang
yang tidak memenuhi kriteria itu adalah :
1) Hewan yang jelas cacat matanya, yakni buta
2) Hewan yang sakit
3) Hewan yang pincang
4) Hewan yang sangat kurus, tidak berdaging
b. Kriteria yang berkaitan dengan umur,
berdasarkanbeberapa hadis dapat dipaparkan:
1. Unta yang dapat disembelih untuk Qurban adalah
yang telah berumur 5 (lima) tahun, untuk sapi telah berumur 2 (dua) tahun, dan
untuk kambing telah berumur 1 (satu) tahun, itulah yang disebut “Musinnah”.
Hadits yang menyatakan hal ini adalah hadits riwayat Muslim : “Dari
jabir bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “jangan kamu sembelih sebagai
binatang Qurban, kecuali yang telah “Musinnah”. Jika kamu sukar memeperolehnya,
maka sembelihlah kambing yang masih muda “.
2. Mengenai syarat umur itu tidak mutlak, karena
pada akhir hadits dinyatakan, “kalau kamu tidak memperolehnya, maka sembelihlah
anak kambing”. Dalam keadaan yang sukar mendapatkan hewan yang telah
mencapai umur diatas, kurang dari itupun diperbolehkan. Tetapi ingat, hal itu
hanya sebagai keringanan kalau memang tidak didapati hewan yang telah cukup
umurnya.
Hadits lain yang dapat
kita jadikan dasar tentang keringanan tersebut adalah Hadits Riwayat Bukhari
Muslim :“Berkata ‘Uqbah bin Amir, aku berkata :”Ya Rasulullah, aku hanya
memperoleh anak kambing”, Rasulullah menjawab : “Berqurbanlah dengan anak
kambing itu”
c. Mengenai jenis hewan qurban dari jenis jantan,
hal itu bukanlah syari’at, melainkan suatu keutamaan menurut ulama Syafiiyah.
Jadi hewan dari jenis betina juga telah mencukupi untuk disembelih sebagai
hewan qurban, apabila jantan tidak didapati.
8. Jumlah Hewan Qurban
a. Sesorang telah dianggap cukup melakukan ibadah
Quban dengan menyembelih seekor kambing. Hal itu telah disabdakan oleh Nabi SAW
yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, berbunyi : “Dari Jundud Bin
Sufyah ia berkata : “saya bersama Nabi SAW melaksanakan ‘Idul Adha, setelah
selesai shalat bersama orang banyak, beliau melihat seekor kambing yang sudah
disembelih, kemudian beliau besabda (sebagai peringatan) :”Barangsiapa yang
menyembelih qurban sebelum melaksanakan shalat hendaklah menyembelih seekor
kabing sebagai gantinya. Dan barang siapa yang belum menyembelih hendaknaya
dalam menyembelih mendasarkan dengan nama Allah SWT”. (HR Bukhari Muslim).
b. Binatang unta, sapi, kerbau, satu ekor dari
binatang tersebut mencukupi untuk berqurban 7 orang. Hal itu berdasarkan kepada
Hadits riwayat Muslim, Abu Dawud dan At-Tirmidzi : “ Dari Jabir berkata
: “pada tahun perjanjian Hudaibiyah, kami menyembelih Qurban bersama Nabi Saw,
seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi juga untuk tujuh orang. “ (HR
Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi)
Keterangan berqurban
seekor hewan qurban untuk seorang diri adalah merupakan ketentuan minimum.
Seseorang yang mampu berqurban lebih dari satu ekor dan masyarakat sangat
membutuhkan itu lebih lebih baik. Menurut riwayat dari Bukhari dan Muslim, Nabi
Saw pernah berqurban dua ekor kambing. Bunyi hadits tersebut adalah :“Diriwayatkan
dari Anar r.a ia berkata, “Bahwa sesungguhnya Nabi Saw telah berqurban dengan
menyembelih dua ekor kambing yang menyenangkan dipandang mata(putih), dan
kambing itu mempunyai tanduk. Binatang Qurban itu, beliau sembelih sendiri
dengan membaca basmala dan takbir.” (HR. Bukhori dan Muslim)
9. Qurban
atas nama diri dan keluarganya :
Satu hewan kurban bisa
untuk satu orang berikut keluarganya. Demikianlah yang dilakukan oleh
Rasulullah saw. ketika menyembelih kurban beliau mengucap, “Ini kurban dari
muhammad dan keluarganya.” Abu Ayyub juga berkata, “Pada masa Nabi
saw orang menyembelih seekor kambing atas nama dirinya sendiri dan keluarganya.
Akan tetapi kemudian banyak orang yang bermegah-megahan sehingga menjadi
seperti yang kalian lihat sekarang.”
10. Waktu Menyembelih Binatang Qurban
Waktu menyembelih binatang
Qurban adlah pada tanggal 10 Dzuhijjah sesudah Shalat ‘dul Adha, batas akhir
sampai terbenamnya matahari pada tanggal 13 Dzulhijjah. tanggal 11,12
dan 13 adlah hari Tasyriq. Dasar penentuan waktu tersebut adalah
ayat 28 surat Al Hajj .
“Supaya mereka mempersaksikan
berbagai manfaat bagi meeka, dan supaya mereka menebut nama Allah pada hari
yang telah ditentukan, atas rizki yang telah Allah berikan kepadanya bearupa
ternak.”
Para
mufassirin dalam mengartikan “ayyaamanma’luumaat” itu hanya 3 (tiga) hari,
sehari pada tanggal 10 Dzulhijjah yakni pada hari raya ‘Idul Adha, dan dua hari
sesudahnya yakni tanggl 11 dan 12 Dzulhijjah. Dasar menetapkan 3
hari ini adalah menurut riwayat yang berasal dari Ali, Umar dan Ibnu Abbas yang
menyatakan bahwa hari penyembelihan itu 3 hari dan hari yang utama adalah hari
yang pertama.
Menurut Aj Jaila’iya, riwayat ini gharib (asing) sekali. Kata
Ibnu Umar, bahwa penyembelihan itu bisa dilakukan juga pad dua hari sesudah
hari raya ‘Idul Adha.
Waktu penyembelihan hanya tiga hari ini dianut oleh pengikut
Hanafiyah dan Malikiyah, juga termasuk pengikut Hanabilah. Pengikut Syafi’iyah
membolehkan menyembelih pada hari ketiga sesudah hari raya ‘Idul Adha, berarti
waktu penyebbelihannya ada 4 (empat) hari. Hari pertama ketika hari
raya ‘Idul Adha dan tiga hari berikutnya adalah hari taysriq.
Hari Tasriq (tanggal 11,12 dan 13 Dzulhijjah) termasuk
hari-hari untuk penyembelihan hewan Qurban. Hal ini telah dinyatakan
dalam hadist Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Ahmad dari sahabat Jabir bin
Muth’am :” ….. semua hari tasriq adalah waktu penyembelihan (hewan qurban)
“. (HR. Ahmad)
Adapun orang yang menyembelih hewan Qurban
sebelum dilaksanakannya shalat ‘Idul Adha, maka penyembelihan hewan itu tidak
terhitung sebagai ibadah Qurban, sebagaimana telah dijelaskan oleh Nabi Saw
didalam riwayat Bukhori Muslim sebagai berikut :
Nabi Saw. Bersabda : “
Barang siapa yang menyembelih (hewan Qurban) sebelum shalat ‘Idul
Adha, maka ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan orang yang menyembelihnya
sesudah shalat ‘Idul Adha, maka sesungguhnya sempurnalah ibadahnya, dan telah
mengikuti sunnah kaum muslimin. “ (HR. Bukhari dan Muslim)
Waktu
yang utama dalam melaksanakan penyembelihan hewan qurban adalah siang hari,
sekalipun penyembealihan yang dilakukan pada malam hari juga diperbolehkan.
11. Orang Yang Berhak Menyembelih Binatang Qurban
Yang menyembelih binatang Qurban diutamakan
dilakukan oleh orang yang berqurban (shahibul Qurban). Hal ini sesuai dengan
hadits Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Ahmad r.a : “Dalam
menyembelih binatang Qurbannya, Nabi melakukannya dengan tangannya sendiri “.
(HR. Ahmad).
Namun boleh juga penyembelihan itu dilakukan
oleh orang lain sebagai wakil Shahibul Qurban. Penyembelihan binatang Qurban
sekarang dikoordinir oleh panitia Panitia menawarkan diri untuk mengkoordinir
penyembelihan dan pembagian daging Qurban. Atau kadang-kadang Shahibul Qurban
memang tidak mamapu menanganinya sendiri sehingga ia minta tolong kepada
panitia. Biasanya panitia memanggil orang yang ahli menyembelih dan
menguliti hewan tersebut. Timbul persoalan siapa yang menanggung ongkos atau
biaya penyembelihan itu ?
Jika
dilihat dari segi pelaksanaan penyembelihan binatang Qurban itu
lebih utama dilakukan sendiri orang Shahibul Qurban, maka apabila penyembelihan
dan menguliti nya itu diupahkan, ongkosnya dapat dibebankan kepada Shahibul
Qurban. Karena panitia yang menawarkan jasa menangani pelaksanakan Qurban
itu maka biaya penyembelihan dan menguliti itu dapat juga dibebankan kepada
panitia. Atau panitia membuat ketentua bagi orang yang menyerahkan hewan Qurban
kepada panitia hendaknya disertai biaya untuk perawatannya.
12. Penyembelihan Hewan Qurban
a. yaitu penyembelihan hewan ternak selain
unta.
b. yaitu penyembelihan hewan unta
Penyembelihan hewan ternak selain unta, yaitu dengan cara
memotong urat leher di tengah dan dua urat yang berada di samping
kanan dan kiri leher. Adapun penyembelihan hewan ternak unta yang diberi tali,
sehingga unta itu cepat mati.
Syarat
penyembelihan
1. Menyembelih dengan
alat yang tajam, yang dapat mengalirkan darah. Hal ini berdasarkan hadits
riwayat Muslim dari Sidad bin Aus :
“ Rasulullah Saw
pernah bersabda : “Allah Ta’ala mewajibkan berbuat baik terhadap segala
sesuatu. Maka jika kamu sekalian membunuh, hendaklah dengan cara yang baik,
apabila kamu menyembelih, hendaklah bersikap baik dalam menyembelih itu. Dan
menggunakan alat penyembelihan yang tajam dan menunggu sampai mati
(mengulitinya).” (HR. Muslim).
2. Sasaran yang dipotong adalah urat nadi yang
dalam tenggorokan dan leher, agar binatang yang disembelih itu cepat mati.
Sebagaimana yang telah diriwatkan oleh Ad Daruqudni, bahwa Nabi Saw
bersabda :
“(dalam menyembelih)
hendaklah memotong urat nadi yang ada dalam leher dan tenggorokan “. (HR
Ad-Ddaruqudni).
Apabila hewan itu
menjadi buas atau bersembunyi, sehingga mengalami kesulitan dalam membunuh
dengan memotong urat nadi tersebut, maka diperbolehkan hewan itu disembelih
dengan cara hewan itu dikenai alat yang tajam yang dapat mematikan. Pada waktu
melepas atau melempar alat itu disertai membaca basmalah. Hal ini berdasarkan
riwayat dari Bukhari dan Muslim :
“Kami bersama Nabi Saw
dalam suatu bepergian, maka lepaslah seekor unta dari suatu kaum, sedangkan
tiada kuda untuk mengejarnya. Maka seorang dari mereka melepaskan anak panah
untuk menahan (membunuh unta itu). Kemudian Rasulullah Saw bersabda : “Sesungguhnya
binatang itu mempunyai siafat buas, sebagaimana buasnya biantang liar. Maka
bagaimanapun yang dapat kamu lakukan terhadap binatang itu, maka
tempuhlah”. (HR. Bukhari Muslim).
3. Penyembelih itu hendaknya orang muslim dan
sudah akil baligh baik laki-laki maupun perempuan. Tiada halangan kita makan
daging dari penyembelihan seorang ahli kitab. Hal itu berdasarkan :
a. Surah Al-An’am (6) ayat 118 : “ Maka
makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut Asma Allah ketika
menyembelihnya jika kamu beriman kepada ayat-ayatnya”.
b. Surat Al-Maidah (5) ayat 5 :
“Pada hari ini
dihalalkan bagimu yang baik-baik, makanlah yang disembelih orang yang diberi
Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula baginya…………….”.
4. Dalam menyembelih binatang itu dengan membaca
Basmalah. Hal ini didasarkan pada :
a. Firman Allah SWT Surat Al-An’am ayat 118, 121
dan ayat 145 :
Ayat 118 surat
Al-An’am dapat dibaca pada point 3 (a). Ayat 121 :
“Dan janganlah kamu
makan binatang-binatang yang tidak disebut Asma Allah ketika menyembelihnya
sesungguhnya perbuatan seperti itu adalah suatu kefasikan………..”.
Ayat 145 :
“Katakanlah : “Tiada
kau peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi
orang yang hendak memakannya, kecuali jika makanan itu bangkai, darah-darah
yang mengalir atau daging babi, (karena semua itu kotor) atau binatang yang
disembelih atas selain Allah”.
b. Hadits riwayat Jamaah dari Rabi’bin Hudaidah :
“Dari Rafi’bin
Hudaidah ia bertanya :”Ya Rasulullah kami akan bertemu dengan musuh besok, dan
kita akan menyembelih binatang tetapi tidak mendapatkan pisau, maka Nabi
bersabda : “Gunakanlah alat yang dapat mengalirkan darah dan sebutlah Nama
Allah, maka makanlah daging yang tidak disembelih dengan gigi atau kuku, dan
akan saya sebutkan alasannya. Gigi itu tulang dan kuku itu adalah pisaunya
orang Habsyi”. (HR Jamaah).
c. Disamping hadits diatas ada lagi hadits Nabi
yang memerintahkan kita untuk membaca basmalah ketika mnyembelih binatang yaitu
riwayat Bukhari dari Abdullah bin Umar r.a:“Nabi Saw bersabda :” tidaklah
aku makan (daging) kecuali padanya disebut asma Allah SWT”. (HR Bukhari).
Apabila
kita bertamu dijamu makanan dari daging atau membeli daging dipasar kemudian
kita ragu-ragu, apakah daging yang kita makan itu pada waktu menyembelih dengan
membaca basmallah atau tidak maka untuk meyakinkan diri kita, pada waktu akan
makan kita membaca basmallah. Hal itu berdasarkan hadits riwayat Bukhari bahwa
sekelompok orang dari sahabat Nabi Saw bertanya kepadanya :” Wahai Nabi ada
seseorang menghadiahi daging kepada kami, kami tidak mengetahui apakah pada
waktu menyembelih dengan menyebut nama Allah atau tidak ! maka Nabi Saw
bersabda :
“ Sebutlah nama Allah
olehmu sekalian, kemudian makanlah “. (HR Bukhari).
13. Pembagian Daging
Qurban
Para ulam sepakat
bahwa :
a. Shahibul Qurban dan keluarganya diperbolehkan
makan daging qurban darinya.
b. Daging qurban itu diperuntukkan bagi fakir dan
miskin. Hal ini berdasarkan pada firman Allah dalam QS Al-Hajj : 36
“……….Maka apabila
telah roboh (mati) maka makanlah sebagian dan berilah orang yang tidak minta
maupun yang minta minta……”
Setelah
daging qurban itu dibagi dan dimakan sendiri, sisanya diperbolehkan untuk
disimpan (diawetkan). Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Saw yang diriwayatkan
oleh At-Tirmidzi:
“ ………….Makanlah dan
bagikanlah, (jika tidak habis) simpanlah )”
Bagi
shahibul qurban berhak makan daging qurban, itu sesuai dengan tuntunan Nabi Saw
bahwa seseorang dianjurkan tidak makan terlebih dahulu sebelum selesai
mengerjakan shalat ‘Idul Adha. Hal ini berbeda dengan shalt ‘Idul Fitri, justru
dianjurkan makan terlebih dahulu. Anjuran makan sesudah pulang dari shal ‘Idul
Adha itu diharapkan yang pertamsa kali dimakan hari itu adalah daging dari
hewan qurban tersebut. Hendaknya itu menjadi catatan bagi panitia qurban agar
memberi bagian daging kepada Shahibul qurban tidak menghendakinya.
14. Anjuran
bagi Orang Yang Akan Berqurban
Sejak awal bulan Dzulhijjah, orang yang akan berqurban agar
tidak :
a. Memotong kuku
b. Memotong rambut
Hal
itu sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Jamma’ah ahli hadits kecuali
Bukhari, yang berbunyi :
“Dari Umi Salamah ra.
Bahwasanya Rasulullah bersabda : “apabila kamu sekalian melihat bulan, pada
bulan dzulhijjah an salah satu dari kamu akan berqurban, maka hendaklah ia
menahan (tidak memotong) rambut dan kuku “. (HR Jama’ah kecuali Bukhari).
C. https://rumaysho.com/633-hukum-qurban-secara-kolektif.html
Hukum Qurban Secara
Kolektif
Nov
04, 2009Muhammad Abduh Tuasikal, MScUmum71 Komentar
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam
kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang meniti
jalan mereka hingga akhir zaman.
Hewan yang digunakan
untuk sembelihan qurban adalah unta, sapi[1], dan kambing. Bahkan para ulama berijma’
(bersepakat) tidak sah apabila seseorang melakukan sembelihan dengan selain
binatang ternak tadi.[2]
Ketentuan
Qurban Kambing
Seekor kambing hanya
untuk qurban satu orang dan boleh pahalanya diniatkan untuk seluruh anggota
keluarga meskipun jumlahnya banyak atau bahkan yang sudah meninggal dunia.
كَانَ الرَّجُلُ فِي عَهْدِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُضَحِّى بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ
أَهْلِ بَيْتِهِ
”Pada masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa
sallam ada seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi
dirinya dan keluarganya.”[3]
Asy Syaukani mengatakan,
“(Dari berbagai perselisihan ulama yang ada), yang benar, qurban kambing boleh
diniatkan untuk satu keluarga walaupun dalam keluarga tersebut ada 100 jiwa
atau lebih.”[4]
Ketentuan
Qurban Sapi dan Unta
Seekor sapi boleh
dijadikan qurban untuk 7 orang. Sedangkan seekor unta untuk 10 orang (atau 7
orang)[5]. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu beliau mengatakan,
كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى سَفَرٍ
فَحَضَرَ الأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِى الْبَقَرَةِ سَبْعَةً وَفِى الْبَعِيرِ
عَشَرَةً
”Dahulu
kami penah bersafar bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam lalu
tibalah hari raya Idul Adha maka kami pun berserikat sepuluh orang untuk qurban
seekor unta. Sedangkan untuk seekor sapi kami berserikat sebanyak tujuh orang.”[6]
Begitu pula dari orang
yang ikut urunan qurban sapi atau unta, masing-masing boleh meniatkan untuk
dirinya dan keluarganya. Perhatikan fatwa Al Lajnah Ad Da-imah berikut.
Soal pertama dari Fatwa
Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ’Ilmiyah wal Ifta’ no. 8790
Soal: Bolehkah seorang
muslim berqurban unta atau sapi untuk tujuh orang, lalu masing-masing meniatkan
untuk orang tua, anak, kerabat, pengajar dan kaum muslimin lainnya.
Apakah urunan tujuh orang tadi masing-masing diniatkan untuk satu orang
saja (tanpa disertai lainnya) atau pahalanya boleh untuk yang lainnya?
Jawab: Yang diajarkan,
unta dan sapi dibolehkan untuk tujuh orang. Setiap tujuh orang itu boleh
meniatkan untuk dirinya sendiri dan anggota keluarganya.
Yang menandatangai fatwa
ini:
Anggota: ’Abdullah bin
Qu’ud, ’Abdullah bin Ghodyan
Wakil ketua: ’Abdur
Rozaq ’Afifi
Ketua: ’Abdul ’Aziz bin
’Abdillah bin Baz[7]
Bagaimana
Hukum Qurban Secara Kolektif?
Sebagaimana ketentuan di
atas, satu kambing hanya boleh untuk satu orang (dan boleh diniatkan untuk
anggota keluarga), satu sapi untuk tujuh orang (termasuk anggota keluarganya),
dan satu unta untuk sepuluh orang (termasuk anggota keluarganya), lalu
bagaimana jika 1 kambing dijadikan qurban untuk 10 orang atau untuk satu
sekolahan (yang memiliki murid ratusan orang) atau satu desa? Ada yang
melakukan seperti ini dengan alasan dana yang begitu terbatas.
Sebagai jawabannya,
alangkah baiknya kita perhatikan fatwa ulama yang terhimpun dalam Al Lajnah Ad
Da-imah (komisi fatwa di Saudi Arabia) mengenai hal ini.
Soal kedua dari Fatwa Al
Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ’Ilmiyyah wal Ifta’ no. 3055
Soal: Ada seorang ayah
yang meninggal dunia. Kemudian anaknya tersebut ingin berqurban untuk ayahnya.
Namun ada yang menyarankan padanya, ”Engkau tidak boleh menyembelih unta untuk
qurban satu orang. Sebaiknya yang disembelih adalah satu ekor kambing. Karena
unta lebih utama dari kambing. Jadi yang mengatakan ”Sembelihlah unta”, itu
keliru”. Karena apabila ingin berkurban dengan unta, maka harus dengan patungan
bareng-bareng.
Jawab:
Boleh berkurban atas
nama orang yang meninggal dunia, baik dengan satu kambing atau satu unta.
Adapun orang yang mengatakan bahwa unta hanya boleh disembelih dengan patungan
bareng-bareng, maka perkataan dia yang sebenarnya keliru. Akan tetapi, kambing tidak sah kecuali untuk satu orang dan
shohibul qurban (orang yang berqurban) boleh meniatkan pahala qurban kambing
tadi untuk anggota keluarganya. Adapun unta boleh untuk satu atau
tujuh orang dengan bareng-bareng berqurban. Tujuh orang tadi nantinya boleh
patungan dalam qurban satu unta. Sedangkan sapi, kasusnya sama dengan unta.
Hanya Allah yang memberi
taufik. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Yang menandatangai fatwa
ini:
Anggota: ’Abdullah bin
Qu’ud, ’Abdullah bin Ghodyan
Ketua: ’Abdul ’Aziz bin
’Abdillah bin Baz[8]
Dari penjelasan ini,
maka kita bisa ambil beberapa pelajaran:
1. Seorang pelaku qurban dengan seekor kambing
boleh mengatasnamakan qurbannya atas dirinya dan keluarganya.
2. Qurban dengan sapi atau unta boleh dipikul oleh
tujuh orang.
3. Yang dimaksud kambing untuk satu orang, sapi dan
unta untuk tujuh orang adalah dalam masalah orang yang menanggung
pembiayaannya.
4. Tidak sah berqurban dengan seekor kambing secara
kolektif/urunan lebih dari satu orang lalu diniatkan atas nama jama’ah,
sekolah, RT atau desa. Kambing yang disembelih dengan cara seperti ini
merupakan daging kambing biasa dan bukan daging qurban.
Solusi
dalam Iuran Qurban
Solusi yang bisa kami
tawarkan untuk masalah iuran hewan qurban secara patungan adalah dengan acara
arisan qurban. Jadi setiap tahun beberapa orang bisa bergantian untuk
berqurban. Di antara alasan dibolehkan hal ini karena sebagian ulama
membolehkan berutang ketika melakukan qurban.
Imam Ahmad bin Hambal
mengatakan tentang orang yang tidak mampu aqiqah, ”Jika seseorang tidak mampu
aqiqah, maka hendaknya ia mencari utangan dan berharap Allah akan menolong
melunasinya. Karena seperti ini akan menghidupkan ajaran Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.”[9] Qurban sama halnya dengan aqiqah.
Sufyan Ats Tsauri
mengatakan, ”Dulu Abu Hatim pernah mencari utangan dan beliau pun menggiring
unta untuk disembelih. Lalu dikatakan padanya, ”Apakah betul engkau mencari
utangan dan telah menggiring unta untuk disembelih?” Abu Hatim menjawab, ”Aku
telah mendengar firman Allah,
لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ
Catatan:
1. Yang mengikuti arisan tersebut hendaknya orang
yang berkemampuan karena yang namanya arisan berarti berutang.
2. Harga kambing bisa berubah setiap tahunnya. Oleh
karena itu, arisan pada tahun pertama lebih baik setorannya dilebihkan dari
perkiraan harga kambing untuk tahun tersebut.
3. Ketika menyembelih tetap mengatasnamakan
individu (satu orang untuk kambing atau tujuh orang untuk sapi dan unta) dan
bukan mengatasnamakan jama’ah atau kelompok arisan.
Bagaimana
dengan Hadits ”Ini adalah qurbanku dan qurban siapa saja dari umatku yang belum
berqurban”?
Sebagian orang ada yang
beralasan benarnya qurban secara kolektif melebihi ketentuan syari’at yang
dikemukakan di atas dengan alasan hadits Jabir bin ’Abdillah berikut,
شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- الأَضْحَى بِالْمُصَلَّى فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ
مِنْ مِنْبَرِهِ وَأُتِىَ بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- بِيَدِهِ وَقَالَ « بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّى
وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِى ».
”Aku bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menghadiri shalat Idul Adha di tanah lapang.
Setelah Nabi shallallahu ’alaihi wa
sallam berkhutbah, beliau
turun dari mimbar kemudian beliau diserahkan satu ekor domba. Lalu beliau
memotong dengan tangannya, lantas bersabda, ”Bismillah, wallahu akbar. Ini adalah qurbanku dan qurban
siapa saja dari umatku yang tidak ikut berqurban”.”[11] Mereka beralasan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam saja niatkan untuk seluruh umatnya yang
tidak berqurban, maka berarti kami boleh niatkan qurban untuk satu RT, satu sekolahan
atau satu desa.
Sanggahan: Mengenai hadits ”qurban siapa saja yang tidak ikut
berqurban”, ini adalah khusus untuk Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan tidak untuk yang lainnya. Jadi, beliau diperbolehkan
berkurban untuk seluruh umatnya (selain keluarganya). Sedangkan umatnya hanya
diperbolehkan menyembelih qurban untuk dirinya dan keluarganya sebagaimana
dijelaskan di muka.
Al Qodhi Abu Ishaq
mengatakan, ”Perkataan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ini –wallahu a’lam- sebagaimana seseorang boleh
berqurban untuk dirinya dan keluarganya, Nabi shallallahu ’alaihi wa
sallam boleh berqurban atas nama seluruh kaum muslimin karena beliau adalah
ayah mereka dan istri-istri beliau adalah ibu mereka.”[12] Oleh karena, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah ayah kaum muslimin, maka beliau
diperbolehkan meniatkan qurban untuk dirinya dan keluarganya (yaitu seluruh
kaum muslimin).
Kesimpulan:
1. Penyembelihan qurban untuk diri dan keluarga
dibolehkan sebagaimana pendapat mayoritas ulama. Hal ini berdasarkan amalan
yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan para sahabatnya.
2. Penyembelihan qurban untuk diri sendiri dan
untuk seluruh umat Islam selain keluarga hanyalah khusus bagi Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Dalilnya, para sahabat tidak ada yang
melakukan hal tersebut sepeninggal Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam. Yang ada mereka hanya menyembelih qurban untuk diri sendiri dan
keluarga.
3. Sebagian kaum muslimin yang menyembelih qurban
untuk satu sekolah atau untuk satu RT atau untuk satu desa adalah keliru, seperti ini tidak dilakukan oleh para salaf terdahulu.
– Tambahan pembahasan –
Ketentuan
Umur Hewan Qurban
Ketentuan umur untuk
hewan qurban tersebut adalah sebagai berikut.
1. Unta, umur minimal 5 tahun
2. Sapi, umur minimal 2 tahun
3. Kambing, umur minimal 1 tahun
4. Domba Jadza’ah, umur minimal 6 bulan[13]
Hewan
Qurban yang Lebih Utama
Yang paling dianjurkan
sebagai hewan qurban sebagai berikut:
1. Yang paling gemuk dan sempurna. Bahkan jika
berqurban dengan satu qurban yang gemuk itu lebih baik daripada dua hewan
qurban yang kurus. Karena yang diinginkan adalah daging. Semakin banyak daging
yang dimiliki hewan tersebut maka itu semakin baik.
2. Hewan qurban yang lebih utama adalah unta,
kemudian sapi, kemudian kambing. Namun satu ekor kambing lebih baik daripada
kolektif dalam sapi atau unta.
3. Warna yang paling utama adalah putih polos,
kemudian warna debu (abu-abu), kemudian warna hitam.
4. Berkurban dengan hewan jantan lebih utama dari
hewan betina.[14]
Cacat
Hewan Qurban[15]
Cacat hewan qurban
dibagi menjadi 3:
1. Cacat yang menyebabkan tidak sah untuk
berqurban, ada 4:
·
Buta sebelah dan jelas
sekali kebutaannya
Jika butanya belum jelas
– orang yang melihatnya menilai belum buta – meskipun pada hakekatnya kambing
tersebut satu matanya tidak berfungsi maka boleh diqurbankan. Demikian pula
hewan yang rabun senja. ulama’ madzhab syafi’iyah menegaskan hewan yang rabun
boleh digunakan untuk qurban karena bukan termasuk hewan yang buta sebelah
matanya.
·
Sakit dan tampak jelas
sakitnya
·
Pincang dan tampak jelas
pincangnya
Artinya pincang dan
tidak bisa berjalan normal. Akan tetapi jika baru kelihatan pincang namun bisa
berjalan dengan baik maka boleh dijadikan hewan qurban.
·
Sangat tua sampai-sampai
tidak punya sumsum tulang
Dan jika ada hewan yang
cacatnya lebih parah dari 4 jenis cacat di atas maka lebih tidak boleh untuk
digunakan berqurban. (lih. Shahih Fiqih Sunnah, 2I/373 & Syarhul Mumti’
3/294).
2. Cacat yang
menyebabkan makruh untuk berqurban, ada 2:
·
Sebagian atau keseluruhan
telinganya terpotong
·
Tanduknya pecah atau
patah (lihat Shahih Fiqih Sunnah, 2/373)
3. Cacat yang tidak
berpengaruh pada hewan qurban (boleh dijadikan untuk qurban) namun kurang
sempurna.
Selain 6 jenis cacat di
atas atau cacat yang tidak lebih parah dari itu maka tidak berpengaruh pada
status hewan qurban. Misalnya tidak bergigi (ompong), tidak berekor, bunting,
atau tidak berhidung. Wallahu
a’lam. (lihat Shahih Fiqih
Sunnah, 2/373)
Semoga pelajaran yang
kami sajikan ini bermanfaat bagi kaum muslimin sekalian. Segala puji bagi Allah
yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. Shalawat dan salam
kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Penulis: Muhammad Abduh
Tuasikal
Artikel https://rumaysho.com
Pangukan, Sleman, siang
hari, 16 Dzulqo’dah 1430 H
[1] Sebagian ulama menyamakan kerbau
dengan sapi.
[3] HR. Tirmidzi no. 1505, Ibnu Majah no.
3138. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Al Irwa’ no. 1142.
[5] Jumhur (mayoritas) ulama
berpendapat bahwa satu unta hanya dijadikan urunan tujuh orang untuk udh-hiyah
karena diqiyaskan dengan unta pada al hadyu. Sedangkan Asy Syaukani mengatakan
bahwa unta udh-hiyah boleh untuk sepuluh orang dan unta al hadyu untuk tujuh
orang. (Shahih Fiqih Sunnah, 2/370)
[6] HR. Tirmidzi no. 905, Ibnu Majah no.
3131. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih, sebagaimana dalam Misykatul Mashobih 1469 [17].
[10] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Abul Fida’ Ibnu Katsir, 5/426, Dar Thoyibah, cetakan kedua, tahun
1420 H.
[11] HR. Abu Daud no. 2810, At Tirmidzi
no. 1521. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih
[15] Diambil dari tulisan saudara kami
tercinta -Ustadz Ammi Nur Baits- yang dimuat di www.muslim.or.id dan
Buletin At Tauhid. Semoga Allah membalas amalan beliau dengan pahala yang
melimpah di sisi-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar