Sabtu, 10 September 2016

BENTENG KEDUNG COWEK SURABAYA

     Sabtu, 10 September 2016 usai mengumpulkan koordinator guru Kelas 1 - 6 untuk Guru SD Wilayah Kec. Bulak di SDN Bulak Rukem I, pukul 10.30, maka K3S menawarkan kepada guru yang hadir untuk meninjau Benteng Kedung Cowek  dari dua arah. 
     Dari arah Timur melewati MI Ribath Darut Tauhid. Disini ada makam yang berdekatan dengan benteng. Dari Arah Barat yang terkenal dengan seubutan Gudang Peluru, ada lebih banyak lagi deretan Benteng Peninggalan Jaman Belanda, sekaligus tempat pejuang Kemerdekaan RI ketika mempertahankan kota Surabaya. Benteng ini tertutup rerimbunan. Sebenarnya dapat masuk ke dalam benteng. Hanya saja kami tidak menjumpai petugas pada saat ini sehingga tidak berani masuk area. Kondisinya penuh Misteri karena sebagian ditumbuhi semak-semak liar yang memang tidak terawat. 
     Andai Benteng ini sedikit dipugar akan menjadi tempat wisata alami, sambil memandang bentang tengah Jembatan Suramadu. Saat mengambil gambar di dalam benteng yang dekat dengan makam, fotografer Alex sempat melarikan diri karena melihat sosok bayangan yang lewat. Entah ada atau tidak, setiap manusia memiliki Karekter Inderawi yang berbeda-beda.





















ARTIKEL DARI INTERNET :


1. 1. http://citizen6.liputan6.com/read/684586/benteng-kedung-cowek-surabaya-menyimpan-kisah-sejarah
Benteng Kedung Cowek Surabaya, Menyimpan Kisah Sejarah

05 Sep 2013, 15:41 WIB
Citizen6, Surabaya: Jembatan Suramadu di Surabaya banyak yang sudah tahu. Namun siapa sangka, jika tak jauh dari gerbang tol masuk jembatan itu terdapat peninggalan bangunan bersejarah yaitu benteng pertahanan kuno.

Benteng tersebut berada di daerah Kedung Cowek-Surabaya. Karena itu, kawasan tempat benteng ini berada disebut dengan nama Benteng Kedung Cowek. Ada juga yang menyebutnya Benteng Gudang Peluru karena dulu benteng-benteng yang ada di sana digunakan sebagai tempat menyimpan peluru.

Sayangnya, tidak banyak yang wisatawan yang mengetahui keberadaan benteng tersebut. Selain lokasinya yang berada di kawasan yang mirip hutan, kawasan itu juga tertutup untuk umum. Bahkan untuk berkunjung kesana diharuskan menggunakan sepatu dan celana panjang untuk menghindari gigitan ular dan sengatan binatang berbisa yang masih banyak. Karena berada dalam pengawasan militer, pengunjung harus melaporkan tujuannya kesana pada petugas tentara yang berjaga di Benteng Kedung Cowek.

Di benteng kuno itu terdapat beberapa bangunan yang sudah dibersihkan dan bisa dimasuki. Ada juga benteng yang masih kotor dan belum dibersihkan sehingga hanya bisa dilihat dari kejauhan saja. Di benteng itu ada yang memiliki ruangan-ruangan kosong dengan lubang kecil untuk ventilasi dan pengintaian musuh. Ada juga terdapat bangunan cor yang berbentuk setengah lingkaran yang dulu digunakan sebagai landasan tank atau meriam.

Dari benteng tersebut bisa terlihat pula panorama laut Surabaya. Jembatan Suramadu juga terlihat jelas dari benteng itu. Kisah sejarah dari benteng yang biasa disebut Benteng Gudang Peluru ini juga mengagumkan. Dalam sejarahnya, setelah Jepang menyerah, benteng-benteng tersebut masih utuh. Sejumlah meriam yang besar dilindungi oleh beton yang tebal dan kokoh dimaksudkan untuk menghadapi kapal musuh yang mendekati pelabuhan dan pantai Surabaya.

Belanda tak sempat menembakkan satu peluru pun pada waktu pasukan matahari terbit itu menyerang dan kemudian menduduki wilayah jajahan Belanda, termasuk Pulau Jawa. Tentara Jepang kemudian menambah persenjataan dan memperkuat perlindungan. Namun, Jepang pun tak sempat memanfaatkan benteng-benteng itu, sehingga lokasi pertahanan yang kokoh dan lengkap dengan persenjataannya boleh dikatakan jatuh secara utuh ke tangan Republik Idonesia yang baru diproklamasikan.

Di sinilah anggota pasukan Sriwijaya yang terlatih dan mempunyai pengalaman tempur ditempatkan. Sebab itu, pada waktu kapal perang Inggris menembaki Kota Surabaya, pihak Inggris sangat terkejut melihat perlawanan dari arah benteng-benteng di Kedung Cowek ke pangkalan mereka di kawasan Ujung Dermaga .
  
Dari kualitas tembakan yang bisa menjangkau sasaran sejauh sekitar 4 km, Inggris menyangka yang melayani meriam-meriam itu adalah anggota tentara Jepang yang tidak tunduk pada perintah Sekutu. Sehingga perlawanan itu disangka sebagai tindakan penjahat-penjahat perang (war criminals).

Di kemudian hari, dari sejumlah orang Indonesia yang ada di pasukan Inggris itu, terungkap Inggris tidak memperhitungkan kalau pihak Indonesia memiliki anggota pasukan berkemampuan melayani meriam-meriam berat di benteng-benteng Kedung Cowek. Akhirnya, sepanjang pertempuran 3 hari di penghujung Oktober 1945 dan dalam pertempuran mempertahankan Surabaya yang berlangdung  sejak 10 November 1945, diperkirakan lebih dari sepertiga pasukan Sriwijaya tewas. Sebagian besar dari mereka tewas di benteng-benteng Kedung Cowek. Banyak jenazah mereka yang tidak sempat dikuburkan karena perang berkecamuk cukup panjang. (Moch Humaidy/Mar)

Moch Humaidy adalah pewarta warga yang tinggal di Jalan Jetis Kulon, gang 8 no.9, Wonokromo, Surabaya.

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas, Ramadan atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.

Saat ini Citizen6 mengadakan program yang kali ini bertema "Tempat Wisata di Kotaku". Ada merchandise eksklusif bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak 
di sini.

2.http://kelanakota.suarasurabaya.net/news/2014/138723-11-Benteng-Kuno-Ditemukan-di-Sekitar-Surabaya
11 Benteng Kuno Ditemukan di Sekitar Surabaya
Laporan Fatkhurohman Taufik | Sabtu, 09 Agustus 2014 | 21:35 WIB
Salah satu benteng peninggalan Belanda yang berada di Kedungcowek.
Foto : Fira mcomm
suarasurabaya.net - Komunitas pecinta sejarah dariRoode Brug (Jembatan Merah) Soerabaia temukan sedikitnya ada 11 benteng kuno yang tersebar di kawasan Surabaya. Benteng-benteng yang sebagian besar masih utuh ini, merupakan peninggalan Belanda yang dibangun pada tahun 1900 untuk membantu dalam persiapan perang dunia kedua.

"Tapi benteng itu tak sampai digunakan Belanda, malah di Surabaya benteng itu akhirnya digunakan arek-arek Suroboyo untuk mengusir tentara Inggris pada tahun 1945 yang mencoba masuk ke Kota," kata Ady Setyawan, pendiri Roode Brug Soerabaia, ketika berbincang dengan suarasurabaya.net, Minggu (9/8/2014).

Benteng-benteng ini, kata Ady, dibangun di sepanjang pesisir pantai Surabaya mulai dari Gresik hingga Kedung Cowek. Di Gresik, benteng dibangun mulai dari sebuah benteng yang kini dikenal sebagai benteng Ludewijk, hingga ke Benteng Desa Indro. Sayang yang benteng di Desa Indro ini sudah sulit ditemukan karena sudah beralih fungsi sebagai pemukiman.

"Selain di sisi pesisir Surabaya, Belanda juga membangun di pesisir Madura. Jadi pembangunan ini tujuannya untuk mengamankan Surabaya dalam pertempuran," kata Ady.

Di Madura, benteng diantaranya dibangun di Karang Jamuang, lantas di Ujung Piring, Mudung, Batu Poron, serta beberapa titik lainnya. Total benteng yang di bangun Belanda di Surabaya ada tiga, lantas Gresik dua, dan Madura ada enam.

Khusus di Surabaya, tiga Benteng yang dibangun hingga saat ini kondisinya masih ada dan berdiri dengan kokoh karena ketiganya berada di dalam kompleks militer. Hanya keberadaan tiga benteng ini memang kurang terawat.

Tiga Benteng yang berada di Surabaya, diantaranya adalah Benteng yang berada di Kedungcowek, tepatnya di sisi timur Jembatan Suramadu dan berada di dalam kompleks militer Angkatan Darat di bawah naungan Paldam Kodam V/Brawijaya.

Benteng yang ada di Kedungcowek ini memiliki panjang sekitar 600 meter dengan lebar rata-rata sekitar 10 meter. Beberapa bangunan juga ditemukan menjorok ke lautan. Di Benteng ini juga ditemukan barak serta bangunan mirip dapur.

Selain di Kedungcowek, juga ditemukan dua benteng lagi yaitu di kawasan Bulak Banteng tepatnya di dalam kawasan Armada TNI AL Kawasan Timur (Armatim) atau tak jauh dari lokasi pembuangan sampah Armatim.

Hanya untuk benteng ini tidak dilengkapi dengan barak dan dapur. Meski begitu, di benteng yang kini tertutup rerimbunan tanaman ini masih nampak beberapa lubang bekas peluru.

Sedangkan satulagi juga berada di Armatim tepatnya di kawasan inti Armatim. Bahkan, benteng ini kini masih aktif digunakan dan dilengkapi dengan lorong-lorong bawah tanah dan senjata yang masih aktif digunakan.

Untuk menguji temuan ini, komunitas Roode Brug Soerabaia bahkan sampai pergi ke Cilacap, Singapura dan Belanda. Di Cilacap komunitas Roode Brugmenguncungi benteng yang memang fungsinya sama dengan yang ada di Surabaya dan sama-sama dibangun oleh Belanda di tahun 1900.

Begitujuga di Singapura, mereka melihat bagaimana struktur benteng di sana dan bagaimana benteng itu dirawat yang akhirnya dijadikan sebagai tempat wisata.

Sementara di Belanda dilakukan untuk mengumpulkan dokumen dan foto penunjang benteng-benteng yang ada di Surabaya. "Di Badan Arsip Belanda, Kami menemukan blueprint pembangunan benteng di Surabaya yang dibuat Belanda," kata dia.

Atas temuan ini, komunitas Roode Brug berharap pemerintah bisa merawat benteng-benteng ini sehingga akar sejarah Surabaya tak sampai terputus. "Jika dulu benteng ini dibangun untuk membentengi serangan musuh dari laut, kini saatnya benteng ini dimanfaatkan untuk wisata sejarah," kata dia. (fik)

3.http://www.antarajatim.com/lihat/berita/168266/surabaya-miliki-11-benteng-pertahanan-pantai
Surabaya Miliki 11 Benteng Pertahanan Pantai
Sabtu, 21 November 2015 18:28 WIB
Pewarta: Edy M Yakub
Penulis buku "Benteng-benteng Surabaya" Ady Setyawan dalam diskusi buku karyanya di Galeri "House of Sampoerna" (HoS) Surabaya, Sabtu (21/11). (Antara Jatim/Edy M Yakub)
 Kami dari (Komunitas) Roodebrug Soerabaia mengetahui hal itu, karena kami pernah membersihkan bekas benteng pertahanan di Kedungcowek itu, tapi panjang benteng di sana sekitar 700 meter atau hampir satu kilometer 
Surabaya (Antara Jatim) - Surabaya merupakan satu-satunya kota di dunia yang memiliki 11 benteng dan bunker pertahanan pantai, diantaranya Kedungcowek, PAL, Semambung (Indro/Gresik), Kalidawir (Bulakbanteng), dan sebagainya.

"Tidak ada kota di dunia yang dikelilingi 11 benteng dan bunker pertahanan, tapi benteng yang relatif utuh itu di Kedungcowek, tapi masih ditutupi semak belukar," kata penulis buku 'Benteng-Benteng Surabaya' Ady Setyawan di Surabaya, Sabtu.

Dalam diskusi buku "Benteng-Benteng Surabaya" di Galeri HoS Surabaya, alumni Teknik Sipil ITS Surabata itu menjelaskan benteng pertahanan di Kedungcowek itu masih menyisakan bekas peluru yang menembus dindingnya.

"Kami dari (Komunitas) Roodebrug Soerabaia mengetahui hal itu, karena kami pernah membersihkan bekas benteng pertahanan di Kedungcowek itu, tapi panjang benteng di sana sekitar 700 meter atau hampir satu kilometer," katanya.

Menurut dia, Benteng Kedungcowek itu ada di sisi kanan dari Jembatan Suramadu (sisi Surabaya). "Benteng ini menjadi benteng pertahanan para pejuang saat melawan armada kapal perang Inggris yang datang dari arah Perak," katanya.

Perlawanan para pejuang dari Benteng Kedungcowek pada 27 November 1945 (pasca-Pertempuran 10 November 1945) itu menyebabkan 200 pejuang tewas di benteng pertahanan itu.

"Tapi, 200-an pejuang itu hingga kini tewas tanpa nama dan tanpa penanda di lokasi itu, padahal Helikopter Inggris jatuh berkat tembakan dari benteng itu. Tokoh di benteng itu bernama Jansen Rambe dan pernah menjadi Komandan Batalyon Mayangkara pada tahun 1951-1952," katanya. (*)
Editor: Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA 2015


4.http://www.jawapos.com/read/2015/11/10/9954/benteng-benteng-surabaya-kado-ady-setiawan-untuk-hari-pahlawan

”Benteng-Benteng Surabaya”, Kado Ady Setiawan untuk Hari Pahlawan


1. Buku karya Ady Setiawan membeberkan peran sejarah dan kondisi terkini tujuh di antara sebelas benteng Belanda di sekitar Surabaya. Dengan mengandalkan dana pribadi, dia menghabiskan lima tahun untuk riset, wawancara, serta proses menulis.     
GUNAWAN SUTANTO, Surabaya
FISIKNYA memang ada di Pantai Normandia, Prancis. Tapi, sembari memandang reruntuhan bekas benteng Perang Dunia II di tempat itu, pikirannya melayang, mengajak Ady Setiawan pulang ke kampung halaman di Surabaya.
''Saya langsung teringat ke benteng yang ada di Kalidawir, Bulak Banteng, Surabaya,'' tutur Ady tentang kunjungan ke Normandia pada 12 September 2014 itu.
Sebab, kondisi benteng peninggalan Belanda di Kalidawir tersebut memang mirip dengan yang ada di hadapan matanya di Normandia saat itu. Apalagi, kepergiannya ke Eropa memang terkait dengan benteng di Kalidawir serta benteng lain di Kedung Cowek. Dua wilayah itu bertetangga di Surabaya, tak jauh dari Jembatan Suramadu.
Ke Normandia, dia hanya mampir. Tujuan utama insinyur teknik sipil yang bekerja di Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) itu ke Eropa adalah Belanda. Di Negeri Kincir Angin tersebut, Ady perlu menemui sejumlah veteran dan mendapatkan blueprint pembangunan dua benteng itu.
2. Sejak 2010, Ady memang berhasrat membuat buku yang bisa menambah khazanah sejarah pertempuran Surabaya. Pertempuran dahsyat yang akhirnya diperingati sebagai Hari Pahlawan tiap 10 November dan melahirkan julukan Kota Pahlawan bagi Surabaya.     
''Awalnya, saya tahunya di Surabaya hanya ada benteng Kalidawir dan Kedung Cowek. Tapi, setelah mendapatkan blueprint dari National Archief di Den Haag, ternyata Belanda membangun banyak benteng di Surabaya dan sekitarnya,'' jelas pria kelahiran Surabaya, 12 September 1982, itu saat ditemui di Surabaya.
Bahkan, dari cetak biru yang dibuat pada akhir 1800-an itu, ditemukan rencana pembangunan benteng di Selat Madura. Berbekal cetak biru itu pula, sepulang dari sebulan riset serta wawancara di Belanda, Ady menelusuri keberadaan benteng-benteng lain di Surabaya dan sekitarnya tersebut.
Ketertarikan awal Ady terhadap pertempuran Surabaya sejatinya lebih terletak pada sisi memori para pejuang Indonesia dan veteran Belanda. Namun, seiring waktu, dia menemukan keunikan dari bekas-bekas benteng Belanda yang ada di sekitar Surabaya.
Akhirnya, buku tentang benteng malah bisa selesai lebih dulu. Sedangkan buku tentang veteran Indonesia dan Belanda dalam pertempuran Surabaya kini belum rampung. Buku yang akhirnya diberi judul Benteng-Benteng Surabaya itu akan diluncurkan 14 November mendatang.
''Sebenarnya ingin saya launching untuk kado Hari Pahlawan (10 November, Red). Tapi, karena kesibukan, baru sempat tanggal 14-nya,'' terang pria 33 tahun itu.
 Selain Belanda, Ady juga mengumpulkan data dan riset dari sejumlah tempat. Mulai Surabaya, Gresik, Madura, Cilacap, sampai Singapura.
3.   ''Semuanya saya lakukan dengan uang pribadi dan bantuan seikhlasnya dari teman-teman yang peduli terhadap sejarah,'' ujarnya.
Ada tujuh benteng yang dibahas Ady dalam bukunya. Tersebar mulai Surabaya (benteng Kalidawir, Kedung Cowek, Oosterkust Batterij), Gresik (benteng Semaboeng, Lowediwj), hingga Bangkalan (penyimpanan amunisi di Jaddih, Batuporon). Sebagai pembanding, Ady juga membahas benteng yang ada di Pulau Nusakambangan, Cilacap, dan Pulau Sentosa, Singapura.
''Kalau menurut cetak birunya, sebenarnya ada sebelas benteng yang dibuat untuk melindungi Surabaya kala itu. Tapi, yang tersisa hanya yang saya tuliskan di buku,'' terang suami dr Rr Danti Ayu Irawati itu.
Dia mengaku sempat beberapa kali mutung untuk menyelesaikan proyek idealis tersebut. Sebab, beberapa kendala kerap menghadang. Mulai kesibukan bekerja di BLPS, persoalan dana, sampai tidak adanya respons dari Pemkot Surabaya maupun Pemprov Jatim. Dukungan justru ditunjukkan perorangan, kebanyakan anggota TNI dan pemerhati sejarah. Misalnya soal keperluan riset di Belanda.
''Selain dari tabungan, saya juga dibantu dari donasi teman-teman Roodebrug (komunitas sejarah yang didirikan Ady, Red) dan kawan-kawan di Belanda,'' tutur dia.
Untuk menghemat biaya hidup di Negeri Kincir Angin, Ady numpang tinggal di rumah temannya, warga negara Belanda yang juga pegiat sejarah.
''Yang membuat saya harus lama di Belanda, saat saya datang, Nationaal Archief sedang tutup untuk renovasi. Saya harus nunggu dua minggu, yang lantas saya manfaatkan untuk ke Normandia,'' kenangnya.

4. Kerja keras Ady akhirnya tak sia-sia. Dia berhasil menuliskan dengan detail kondisi dan fungsi benteng-benteng di sekitar Surabaya. Benteng Kedung Cowek, misalnya, menjadi saksi bagaimana pejuang Indonesia menahan gempuran sekutu saat meletus pertempuran Surabaya.
Ady mengetahui keberadaan benteng Kedung Cowek itu secara tidak sengaja bersama seorang teman yang merupakan anggota TNI. Ady dan komunitasnya sempat pula melakukan aksi bersih-bersih benteng Kedung Cowek beberapa tahun lalu.
Seperti ditulis Ady di bukunya, dari benteng Kedung Cowek itu, bekas pasukan Heiho (bentukan Jepang) yang mengubah nama menjadi Batalion Sriwidjaja melawan serbuan kapal-kapal Inggris yang dikomando Kapten R.C.S Garwood. Tepat 10 November, kapal-kapal destroyer Inggris memuntahkan 350 tembakan meriam kaliber 45 inci ke arah Kota Surabaya.
''Di luar dugaan Inggris, pasukan Batalion Sriwidjaja bisa mengoperasikan meriam-meriam yang tersisa di benteng. Mereka dibantu arek-arek kampung setempat dan bekas tentara KNIL,'' terang Ady tentang kisah yang dimuat di halaman 29 buku tersebut.
Benteng Kedung Cowek termasuk aset Belanda yang sempat jatuh ke tangan Jepang. Dari benteng Kedung Cowek itulah, para pejuang bisa menembak jatuh pesawat yang dinaiki Brigjen Guy Loder Symonds.
Pesawat itu jatuh di sekitar pantai timur Surabaya setelah ditembak dari Kedung Cowek. Informasi yang didapat Ady menyebutkan, saat itu para pejuang berhasil memodifikasi meriam pantai menjadi meriam antiudara.
''Dari hasil penelusuran yang saya dapat, jaring para nelayan di sekitar lokasi hingga awal 1990-an masih sering kecantol besi yang sepintas mirip bangkai pesawat,'' ujar Ady.

5. Memang jatuhnya pesawat Guy Loder itu masih menjadi perdebatan. Inggris yang tak mau malu menyebut pesawat itu jatuh karena kerusakan. Yang jelas, perlawanan pejuang di Surabaya yang mengakibatkan Guy tewas membuat Inggris makin kalap.
Meriam dan peluru yang awalnya ditembakkan ke berbagai sisi sempat difokuskan ke benteng Kedung Cowek.''Sampai saat ini, bekas-bekas peluru itu masih tersisa,'' terang Ady sambil menunjukkan video bekas tembakan-tembakan di benteng Kedung Cowek.
Benteng Kedung Cowek akhirnya memang jatuh ke tangan Inggris. Berdasar catatan Inggris dalam Public Record Office Ref No 172/6965 X/5 1512, disebutkan di Kedung Cowek saat itu ditemukan 400 ton amunisi meriam yang belum sempat digunakan.
Ady dengan detail menggambarkan kondisi benteng Kedung Cowek serta benteng-benteng lain dulu dan sekarang. Bahkan, dia menggabungkan peta udara saat ini dengan blueprint yang didapatkan dari Belanda.
Menurut Ady, benteng Kedung Cowek itu merupakan benteng yang sengaja dibangun Belanda untuk melindungi pelabuhan Surabaya. Belanda membangun perlindungan untuk Kota Surabaya sejak era H.W. Daendels.
Surabaya dianggap sebagai kota paling strategis untuk pelabuhan. Bahkan, infrastruktur Angkatan Laut Belanda yang sebelumnya dibangun di Pulau Onrust (Kepulauan Seribu) pada 1888 dipindahkan ke Surabaya.
Menurut Ady, benteng-benteng pertahanan yang dibangun Belanda di Surabaya punya kemiripan dengan sebelas benteng di Singapura dan Normandia. Bedanya, di Singapura dan Normandia, pemerintah setempat dengan cerdas memanfaatkan peninggalan bersejarah itu sebagai destinasi wisata.
6.   Di Singapura, misalnya, benteng-benteng bersejarah itu dikemas sebagai kawasan wisata di kompleks Resort World Sentosa. Jawa Pos bulan lalu sempat menyaksikan bagaimana Singapura menghidupkan sisa-sisa sejarah tersebut. Jejak peninggalan masa lalu di benteng-benteng itu bisa dipadukan mesra dengan fasilitas kekinian yang berupa taman bermain anak, museum, dan pantai.
Ady mengaku, sebelum bukunya terbit, dirinya sempat mendorong Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Surabaya untuk mencontoh yang dilakukan Singapura itu. Namun, niat tersebut tak bersambut.
Bahkan, kedatangan Ady bersama seorang perwira TNI yang juga pegiat sejarah pun tak ditemui Kadisbudpar.''Padahal, saya cuma ingin sejarah itu tetap utuh. Mumpung semuanya belum habis dan kita hanya bisa dengar ceritanya,'' tuturnya.
Harapan Ady kini tertambat ke buku setebal 126 halaman karyanya.''Semoga bisa menginspirasi banyak pihak untuk mempertahankan benteng-benteng bersejarah yang ada di Surabaya dan sekitarnya. Sebab, meskipun dibangun Belanda, benteng-benteng itu tak bisa dipisahkan dari dahsyatnya pertempuran Surabaya,'' katanya. (*/c11/ttg)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar