Senin, 12 September 2016

SHOLAT IDUL ADHA DI KALIDAMI - SURABAYA

Senin, 12 September 2016 tepat pukul 06.00, Sholat Idul Adha berjamaah dilaksanakan di Jalan Kalidami sisi sebelah timur, Surabaya yang dilaksanakan oleh Musholla Al-Amin Kalidami VIII dengan Imam dan Khotib Ust. Muhammd Aslam, S.Ag, sedang di Kalidami VII (Masjid Baitut Taubah) dilaksanakan Sholat Idul Adha di dekat Masjid. Istri di Kalidami VII, Cucu di Jalan Kalidami. Usai Sholat Idul Adha diadakan penyembelihan Hewan Qurban di masing-masing Masijid/Musholla.






















Sumber Internet :
A.      http://al-mukmin.com/index.php/artikel/umum/32-ibadah-qurban-dalam-al-qur-an
IBADAH QURBAN DALAM AL-QUR’AN
Detail
Ditulis oleh Munirul Haq, S.Ag.
IBADAH QURBAN DALAM AL-QUR’AN
(Ibadah Keikhlasan, Kepasrahan dan Ketaqwaan)
Kata qurban berasal dari bahasa Arab yaitu “qaruba-yaqrubu-qurban, qurbanan",  yang artinya dekat. (Kamus Al-Bisri,1999).  Maksudnya ialah mendekatkan diri kepada Allah Swt. Adapun pengertian secara istilah qurban adalah penyembelihan hewan dalam rangka ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah Swt yang dilakukan pada waktu tertentu. Ibadah qurban disyariatkan pada tahun ketiga hijrah, sama halnya dengan zakat dan shalat hari raya.  (Terjemahan Fiqih Islam wa Adillatuhu, 2011).
Ibadah qurban ini syariatkan dalam Islam dan telah diceritakan dalam beberapa ayat dalam al-Quran, seperti surat al-Kautsar ayat 2.
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Maka dirikanlah  shalat karena Rabbmu dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).
Dalam surat al-Maidah ayat 27 :
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka (qurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan yang lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti membunuhmu!” Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa.”

Ibadah Qurban yang dulu dilakukan kedua anak Nabi Adam as  Qabil dan Habil adalah perintah Allah Swt untuk mengetahui siapa di antara keduanya yang ikhlas dalam beramal. Keduanya  diuji oleh Allah untuk berqurban sebagai syarat utama untuk menikahi saudara kembar mereka secara silang. Qabil harus menikahi Labuda adik Habil, sedangkan Habil harus menikahi Iklima adik Qabil. Perintah menikah secara silang ini tidak diterima Qabil dengan alasan  ia lebih mencintai Iklima yang lebih cantik dari Labuda adik Habil. Kemudian Allah Swt memerintahkan Nabi Adam as untuk menguji kedua anaknya itu dengan  berqurban dari hasil usaha mereka masing-masing. Qabil berqurban dari hasil perkebunannya dengan buah yang  kurang baik, sedangkan Habil berqurban dengan hewan ternak yang gemuk. Dari sinilah Allah Swt mengetahui keikhlasan dan kepasrahan antara keduanya, yang akhirnya Allah menerima qurban Habil.
Habil seorang yang shalih dan qurbannya diterima oleh Allah karena ketakwaannya. Ia berkata kepada Qabil ketika diancam mau dibunuhnya, “Sungguh, kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, maka aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu”. Maksud perkataan Habil di sini ialah bahwa ia tidak akan membalas perbuatan Habil yang rusak itu dengan perbuatan yang sama, sehingga ia akan sama-sama berdosa. Karena itu disebutkan dalam hadis Nabi saw yang berbunyi :
« إِذَا تَوَاجَهَ الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِى النَّارِ ». قَالَ فَقُلْتُ أَوْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَالُ الْمَقْتُولِ قَالَ « إِنَّهُ قَدْ أَرَادَ قَتْلَ صَاحِبِهِ ».رواه بخاري ومسلم
“Jika dua orang muslim yang saling berhadapan dengan pedang masing-masing, maka yang membunuh dan yang terbunuh masuk Neraka”. Ditanya, wahai Rasulullah, yang membunuh wajar (masuk Neraka)? Beliau menjawab, “Karena ia juga berkeinginan untuk membunuh sahabatanya”. (Shahih Tafsir Ibnu Katsir jilid 3, 2013).
Kisah lain ialah qurban yang dilakukan Nabiullah Ibrahim as dan putranya Ismail  diceritakan dalam Al-Quran surat as-Saffat ayat 102-107 yang artinya: Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".   Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim. Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu", sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.  Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.  Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”.
Ketulusan dan kepasrahan Nabi Ibrahim dan putranya Ismail untuk melaksanakan perintah Allah tidak diragukan.  Iblis  selalu berusaha untuk menggodanya, namun Ibrahim tetap kuat dan kukuh untuk melaksanakan perintah Allah walaupun hanya lewat mimpi (ru’yah shadiqah). Dengan ketabahan, ketulusan, dan tawakkal kepada Allah, ia melaksanakan perintah tersebut dengan penuh keyakinan, kepasrahan dan keikhlasan.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, “Ketika Ibrahim as diperintahkan untuk mengurbankan anaknya, syaitan menghadangnya ditempat sa’I (berlari-lari kecil) dan ingin mendahuluinya, tetapi Ibrahim lebih dulu sampai. Kemudian Malaikat Jibril membawanya  menuju Jumratul ‘Aqabah, di sini syaitan menghadang, lalu ia lempar dengan tujuh buah kerikil. Kemudian ia melanjutkan perjalanan hingga syaitan menghadang di Jumratul Wustha, ia lempar syaitan itu dengan tujuh buah kerikil". (Shahih Tafsir Ibnu Katsir jilid 7, 2013).
Sebenarnya penyembelihan qurban atas nama Allah disyariatkan pada umat-umat sebelumnya.  Allah Swt berfirman :
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ (34) الحج
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)”.

Rasulullah Saw melaksanakan qurban pada saat melaksanakan haji Wada’di Mina. Beliau berqurban 100 ekor unta, 70 ekor disembelih dengan tangannya sendiri dan 30 ekor disembelih oleh Ali bin Abi Thalib. Ibadah  qurban beliau ini difirmankan Allah dalam surat Al-Hajj ayat 36 yang artinya : Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak  padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.  Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.

Berqurban pada hakikatnya adalah bentuk pengabdian dan kepasrahan seorang hamba dalam melaksanakan perintah Allah Swt. Hanya orang-orang yang bertakwa  serta ikhlas sajalah yang akan diterima qurbannya oleh Allah Swt. (Syahruddin El-Fikri;  Republika, 2010).

Allah berfirman:
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ (37) الحج
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.  Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik” . (Al-Hajj:37).
Dalam ayat di atas Allah Swt menyatakan bahwa tujuan disyari’atkan penyembelihan hadyu-hadyu dan hewan-hewan qurban ini tidak lain agar semua hamba mengingat-Nya saat menyembelihnya. Sebab Allah-lah yang menciptakan dan yang memberi rizki. Dia tidak mendapatkan sedikit pun dari dagingnya tidak pula dari sembelihan tersebut sebab memang Dia tidak membutuhkannya. Allah Swt Mahakaya dari apa pun selain-Nya. Akan tetapi yang sampai kepada Allah Swt hanyalah keihklasan dan ketakwaan sehingga Dia memberi balasan dan pahala kepada yang hamba-Nya yang berqurban. Siapa pun dia Allah Swt tidak akan melihat seseorang karena kekayaannya, berapa jumlah hewan yang diqurbankan dan bagaimana status sosialnya, akan tetapi Dia melihat hati dan amalnya.  Disebutkan dalam hadis :

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَادِكُمْ وَلاَ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ  - رواه مسلم
“Sesungguhnya Allah tidak memandang bentuk badanmu dan tidak pula bentuk rupamu, akan tetapi Dia memandang hatimu” (Shahih Tafsir Ibnu Katsir jilid 6, 2013).
Oleh karenanya Allah Swt menganjurkan untuk ikhlas pada saat menyembelih  qurban. Tujuannya mencari ridha Allah, bukan untuk membanggakan diri, riya’, pamer, sum’ah atau yang lainnya. Allahu a’lam .
--00--
Sumber Bacaan
1. Shahih Tafsir Ibnu Katsir
2. Tafsir Al-Qur’an As-Sa’di
3. Fiqh Islam wa Adillatuhu
4. Koran Republika, 2010

B. http://roufazhar.blogspot.co.id/2012/09/tuntunan-qurban-dan-permasalahannya.html
TUNTUNAN QURBAN DAN PERMASLAHANNYA (DISADUR DARI BERBAGAI SUMBER)
1.     Qurban
Kata “Qurban” berasal dari kata qarraba – yuqarribu – qurbaanan, yang berarti “ pendekatan diri “. Dalam istilah agama berarti usaha pendekatan diri kepada Yang Maha Kuasa, yang realisasinya dengan menyerahkan sebagian nikmat yang telah diterima dari Allah SWT dan diserahkan kepada Allah SWT.
2.     Sejarah Qurban
Disebutkan dalam al-Qur’an ayat 27 Surat Al-Maidah, bahwa Qurban telah dilakukan oleh kedua anak Adam :
“Ceritakan kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil ) menurut agama yang sebenarnya ketika keduanya mempersembahkan Qurban, maka diterima dari seorang dari mereka berdua (Habil ) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil) : “Aku pasti membunuhmu”. (Habil) berkata : “ Sesungguhnya Allah hanya menerima (Qurban ) dari orang-orang yang takwa”.
Menurut Mufassirin, kedua anak Adam itu adalah Qabil, yang melakukan Qurban dengan memberikan hasil tanamannya yang jelek-jelek, sedang Habil berqurban dengan menyembelih seekor kambing yang baik. Dari informasi itu dapat kita ketahui bahwa qurban telah dilkukan orang sejak jaman Nabi Adam As.
Melihat kandungan ayat 107-108 Surat Ash-Shaffat (37), Ibrahim As melaksanakan perintah dari Allah SWT untuk mengurbankan anaknya yang kemudian menjadi tuntunan untuk melaksanakan Qurban yang diabadikan, ayat tersebut adalah :
Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan anak Ibrahim (pujian yang baik ) dikalangan orang-orang yang datang kemudian “.
Syariat berqurban dengan menyembelih binatang ternak tersebut menjadi syariat untuk umat nabi Muhammad. Ibadah qurban itu disyariatkan kepada umat Muhammad pada tahun kedua dari Hijrah Nabi SAW. Sebagaimana disyariatkan shalat ‘Idul Adha, shalat ‘Idul Fitri dan Zakat.
3.     Dasar Perintah Berqurban
Ibadah qurban menjadi syari’at Muhammad berdasarkan firman Allah SWT :
a.     Surat Al- Kautsar (108) ayat 1 dan 2 :
Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena tuhan-Mu, dan berqurbanlah”.
b.     Surah Al Hajj (22) ayat 36 :
Dan telah kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari pada syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banya daripadanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembeluh dalam keadaan berdiri (dan telah terikat ). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.
c.    Hadis Nabi SAW riwayat Ahmad dan Ibnu Majah, dari Abu Hurairah : “Barang siapa yang mendapatkan keluasaan (rizki untuk berqurban), tetapi ia tidak berqurban (dengan menyembelih binatang) maka janganlah mendekati tempat ahalat Kami”.
4.     Hukum berqurban
a.   Orang yang telah bernadzar akan berqurban, wajib  baginya melaksanakan nadzar tersebut. Hal itu berdasarkan hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim.
“ Barang siapa bernadzar untuk taat kepada  Allah maka laksanakan”. (HR. Bukhori dan Muslim)
b.      Orang yang mampu (kaya) menyembelih hewan Qurban  adalah hukumnya wajib, sebagaimana sabda Nabi Saw yang telah disebutkan diatas.
Adapun menururt para ulama ada beberapa kriteria untuk mrnggolongkan seseorang itu mampu atau kaya :
1.      Menurut sebagian ulama, jika seseorang itu telah memiliki uang nishab zakat.
2.      Menurut ulama lain, seseorang itu digolongkan kaya atau mampu adlah orang yang mampu memebeli harga hewan Qurban, sekalipun dengan berhutang asal nanti dapat melunasi hutangnya itu.
Terlepas dari hukum berqurban, seyogyanya bagi orang  yang mempunyai kemampuan berqurban hendaknya mau melaksanakan ibadah Qurban, berdasarkan “fastabiqul khairot” dalam rangka mentaati Allah dan ittiba’  Rasulullah, Sebagaiman tersebut pada hadis  ( no. 3a & c ).
5.     Hikmah berqurban
a.      Berdasarkan  ayat 37 surat  Al Hajj (22), bahwa berqurban itu merupakan realisasi taqwa:
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhoan) Allah, tetapi ketaqwaan daripad kamulah yang dapat mencapainya.
      Demikianlah Allah telah menundukannya untuk kamu supaya kamu mrngagungkan Allah terhadap hidayahNya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.
b.  Hadis riwayat At Tairmidzi dari Aisyah, hadis itu menunjukan betapa besarnya pahala besarnya bagi orang yang berqurban. Hadis tersebut berbunyi : Dari Aisyah r.a. ia berkata, “ tidak ada satupun perbuatan manusia dari suatu perbuatan pada hari raya Nahr yang lebih disukai oleh Allah daripad mengalirkan darah (menyembelih Qurban). Sesungguhnya orang yang berqurban itu akan datang pada hari kiamat dengan membawa tanduk, bulu dan kuku binatang Qurban itu (sebagai bukti). Sesungguhnya darah yang mengalir itu lebih cepat sampainya kepada Allah daripada jatuhnya darah ke tanah. Maka berbuatlah sebaik-baiknya dengan berqurban, dengan mensucikan diri (ikhlas)”. (HR. At Tirmidzi, ibnu Majah dan Hakim).
6. Macam-macam Binatang
     Hewan yang dapat untuk  berqurban adalah binatang ternak, sebagaimana tercantum dalam ayat 34 surat al Hajj (22) :
 “Dan bagi tiap-tiap umat telah kami syari’atkan penyembelihan (Qurban), supaya mereka menyebut Nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kepada Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)”.
     Yang termasuk kedalam pengertian binatang ternak di kalangan ulama, menyebutkan bahwa binatang ternak itu adalah  : unta, sapi, (kerbau termasuk sapi), kambing termasuk domba dan biri-biri.
     Tentang keutamaan hewan mana yang disembelih untuk qurban, karena di dalam Al Qur’an disebutkan secara umum, maka para ulama menginterprestasikannya menurut faham masing-masing.
     Ulama Syafi’Iyah dan Hambaliyah berpendapat bahwa unta lebih utama, karena harga unta lebih mahal dibandingkan dengan harga binatang ternak yang lainnya.
     Ulama Malikiyah mengnggap kambing lebih utama, karena kambing atau domba dijadikan hewan qurban oleh Nabi Ibrahim sebagai ganti Ismail.
     Menurut ulama Hanafiah, yang lebih banyak dagingnya adalah yang lebih utama.
     Kita tidak perlu mempetentangkan hewan  mana yang lebih utama untuk disembelih sebagai hewan qurban. Karena baik penyembelihan unta maupun kambing dilakukan oleh nabi Muhammad Saw, bahkan di dalam Al qur’an disebutkan secara umum yakni “Bahiimatul An’aam” yang pengertiannya meliputi semua ternak termasuk sapi, dan di Indonesia termasuk pula kerbau.
    Allah menyebutkan secara umum terhadp binatang ternak tersebut. Hal itu mengandung kemudahan (hikmah) bagi yang hidup di berbagai daerah yang berbeda-beda . bagi orang Indonesia barangkali suka makan daging qurban berupa hewan sapi atau kambing daripada unta, sekalipun harga unta itu lebih mahal.
7. Kriteria Binatang Qurban
a.     Prinsipnya, binatang yang disembelih untuk Qurban hendaknya yang baik dan tidak cacat. Pada hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Nabi berqurban dengan menyembelih kambing yang bagus dan enak dipandang, Hadits Rasulullah  :
Dari Anas semoga Allah meridhoinya, berkata: “ Bahwasnya Nabi Saw telah berqurban dengan dua ekor kibas yang enak dipandang mata lagi mempunyai tanduk. Beliau menyembelih sendiri dengan membaca Basmallah dan bertakbir.”
Sebaliknya, binatang yang cacat tidak memenuhi kriteria untuk dijadikan hewan qurban. Mengingat Allah SWT telah berfirman dalam Surat Al Imran(3) ayat 92 :
”Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa daja kamu nafkahkan , maka sesungguhnya Allah mengetahuinya “.
     Dalam pada itu, nabi Saw telah memberikan kriteria hewan yang tidak memenuhi syarat untuk berqurban ada empat. Yaitu berdasarkan pada  hadis riwayat At Tairmidzi.
Bersabda Nabi Saw, “ Empat binatang yang tidak boleh dijadikan binatang Qurban, yaitu yang buta lagi jelas kebutaannya, yang sakit lagi jelas sakitnya, yang pincang lagi jelas pincangnya, dan binatang kurus kering dan tidak bersih”.
     Tegasnya, empat macam binatang yang tidak memenuhi kriteria itu adalah  :
1)  Hewan yang jelas cacat matanya, yakni buta
2)  Hewan yang sakit
3)  Hewan yang pincang
4)  Hewan yang sangat kurus, tidak berdaging
b.      Kriteria yang berkaitan dengan umur, berdasarkanbeberapa hadis dapat dipaparkan:
1.   Unta yang dapat disembelih untuk Qurban adalah yang telah berumur 5 (lima) tahun, untuk sapi telah berumur 2 (dua) tahun, dan untuk kambing telah berumur 1 (satu) tahun, itulah yang disebut “Musinnah”. Hadits yang menyatakan hal ini adalah hadits riwayat Muslim : “Dari jabir bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “jangan kamu sembelih sebagai binatang Qurban, kecuali yang telah “Musinnah”. Jika kamu sukar memeperolehnya, maka sembelihlah kambing yang masih muda “.
2.  Mengenai syarat umur itu tidak mutlak, karena pada akhir hadits dinyatakan, “kalau kamu tidak memperolehnya, maka sembelihlah anak kambing”. Dalam keadaan yang sukar mendapatkan hewan yang telah mencapai umur diatas, kurang dari itupun diperbolehkan. Tetapi ingat, hal itu hanya sebagai keringanan kalau memang tidak didapati hewan yang telah cukup umurnya.
Hadits lain yang dapat kita jadikan dasar tentang keringanan tersebut adalah Hadits Riwayat Bukhari Muslim :“Berkata ‘Uqbah bin Amir, aku berkata :”Ya Rasulullah, aku hanya memperoleh anak kambing”, Rasulullah menjawab : “Berqurbanlah dengan anak kambing itu”
c.      Mengenai jenis hewan qurban dari jenis jantan, hal itu bukanlah syari’at, melainkan suatu keutamaan menurut ulama Syafiiyah. Jadi hewan dari jenis betina juga telah mencukupi untuk disembelih sebagai hewan qurban, apabila jantan tidak didapati.
8.     Jumlah Hewan Qurban
a.   Sesorang telah dianggap cukup melakukan ibadah Quban dengan menyembelih seekor kambing. Hal itu telah disabdakan oleh Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, berbunyi : “Dari Jundud Bin Sufyah ia berkata : “saya bersama Nabi SAW melaksanakan ‘Idul Adha, setelah selesai shalat bersama orang banyak, beliau melihat seekor kambing yang sudah disembelih, kemudian beliau besabda (sebagai peringatan) :”Barangsiapa yang menyembelih qurban sebelum melaksanakan shalat hendaklah menyembelih seekor kabing sebagai gantinya. Dan barang siapa yang belum menyembelih hendaknaya dalam menyembelih mendasarkan dengan nama Allah SWT”. (HR Bukhari Muslim).
b.       Binatang unta, sapi, kerbau, satu ekor dari binatang tersebut mencukupi untuk berqurban 7 orang. Hal itu berdasarkan kepada Hadits riwayat Muslim, Abu Dawud dan At-Tirmidzi : “ Dari Jabir berkata : “pada tahun perjanjian Hudaibiyah, kami menyembelih Qurban bersama Nabi Saw, seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi juga untuk tujuh orang. “ (HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi)
Keterangan berqurban seekor hewan qurban untuk seorang diri adalah merupakan ketentuan minimum. Seseorang yang mampu berqurban lebih dari satu ekor dan masyarakat sangat membutuhkan itu lebih lebih baik. Menurut riwayat dari Bukhari dan Muslim, Nabi Saw pernah berqurban dua ekor kambing. Bunyi hadits tersebut adalah :“Diriwayatkan dari Anar r.a ia berkata, “Bahwa sesungguhnya Nabi Saw telah berqurban dengan menyembelih dua ekor kambing yang menyenangkan dipandang mata(putih), dan kambing itu mempunyai tanduk. Binatang Qurban itu, beliau sembelih sendiri dengan membaca basmala dan takbir.” (HR. Bukhori dan Muslim)
9.   Qurban atas nama diri dan keluarganya :
Satu hewan kurban bisa untuk satu orang berikut keluarganya. Demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullah saw. ketika menyembelih kurban beliau mengucap, “Ini kurban dari muhammad dan keluarganya.” Abu Ayyub juga berkata, “Pada masa Nabi saw orang menyembelih seekor kambing atas nama dirinya sendiri dan keluarganya. Akan tetapi kemudian banyak orang yang bermegah-megahan sehingga menjadi seperti yang kalian lihat sekarang.”
10. Waktu Menyembelih Binatang Qurban
           Waktu menyembelih  binatang Qurban adlah pada tanggal 10 Dzuhijjah sesudah Shalat ‘dul Adha, batas akhir sampai terbenamnya matahari pada tanggal 13 Dzulhijjah. tanggal  11,12 dan 13 adlah hari Tasyriq. Dasar penentuan waktu tersebut  adalah ayat 28 surat Al Hajj .
     “Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi meeka, dan supaya mereka menebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan, atas rizki yang telah Allah berikan kepadanya bearupa ternak.”              
     Para mufassirin dalam mengartikan “ayyaamanma’luumaat” itu hanya 3 (tiga) hari, sehari pada tanggal 10 Dzulhijjah yakni pada hari raya ‘Idul Adha, dan dua hari sesudahnya yakni  tanggl 11 dan 12 Dzulhijjah. Dasar menetapkan 3 hari ini adalah menurut riwayat yang berasal dari Ali, Umar dan Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa hari penyembelihan itu 3 hari dan hari yang utama adalah hari yang pertama.
Menurut Aj Jaila’iya, riwayat ini gharib (asing) sekali. Kata Ibnu Umar, bahwa penyembelihan itu bisa dilakukan juga pad dua hari sesudah hari raya ‘Idul Adha.     
Waktu penyembelihan hanya tiga hari ini dianut oleh pengikut Hanafiyah dan Malikiyah, juga termasuk pengikut Hanabilah. Pengikut Syafi’iyah membolehkan menyembelih pada hari ketiga sesudah hari raya ‘Idul Adha, berarti waktu penyebbelihannya ada 4 (empat) hari. Hari pertama  ketika hari raya ‘Idul Adha dan tiga hari berikutnya adalah hari taysriq.
 Hari Tasriq (tanggal 11,12 dan 13 Dzulhijjah) termasuk hari-hari  untuk penyembelihan hewan Qurban. Hal ini telah dinyatakan dalam hadist Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Ahmad dari sahabat Jabir bin Muth’am :” ….. semua hari tasriq adalah waktu penyembelihan (hewan qurban) “. (HR. Ahmad)
       Adapun orang yang menyembelih hewan Qurban sebelum dilaksanakannya shalat ‘Idul Adha, maka penyembelihan hewan itu tidak terhitung sebagai ibadah Qurban, sebagaimana telah dijelaskan oleh Nabi Saw didalam riwayat Bukhori  Muslim sebagai berikut :
Nabi Saw. Bersabda : “ Barang siapa yang menyembelih (hewan Qurban)  sebelum shalat ‘Idul Adha, maka ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan orang yang menyembelihnya sesudah shalat ‘Idul Adha, maka sesungguhnya sempurnalah ibadahnya, dan telah mengikuti sunnah kaum muslimin. “ (HR. Bukhari dan Muslim)
           Waktu yang utama dalam melaksanakan penyembelihan hewan qurban adalah siang hari, sekalipun penyembealihan yang dilakukan pada malam hari juga diperbolehkan.
11. Orang Yang Berhak Menyembelih Binatang Qurban
           Yang menyembelih binatang Qurban diutamakan dilakukan oleh orang yang berqurban (shahibul Qurban). Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Ahmad r.a : “Dalam menyembelih binatang Qurbannya, Nabi melakukannya dengan tangannya sendiri “. (HR. Ahmad).                              
            Namun boleh juga penyembelihan itu dilakukan oleh orang lain sebagai wakil Shahibul Qurban. Penyembelihan binatang Qurban sekarang dikoordinir oleh panitia Panitia menawarkan diri untuk mengkoordinir penyembelihan dan pembagian daging Qurban. Atau kadang-kadang Shahibul Qurban memang tidak mamapu menanganinya sendiri sehingga ia minta tolong kepada panitia. Biasanya panitia memanggil orang yang ahli menyembelih  dan menguliti hewan tersebut. Timbul persoalan siapa yang menanggung ongkos atau biaya penyembelihan itu ?
          Jika dilihat  dari segi pelaksanaan penyembelihan binatang Qurban itu lebih utama dilakukan sendiri orang Shahibul Qurban, maka apabila penyembelihan dan menguliti nya itu diupahkan, ongkosnya dapat dibebankan kepada Shahibul Qurban. Karena panitia yang menawarkan jasa menangani pelaksanakan  Qurban itu maka biaya penyembelihan dan menguliti itu dapat juga dibebankan kepada panitia. Atau panitia membuat ketentua bagi orang yang menyerahkan hewan Qurban kepada panitia hendaknya disertai biaya untuk perawatannya.
12. Penyembelihan Hewan Qurban
a.       yaitu penyembelihan hewan ternak selain unta.
b.      yaitu penyembelihan hewan unta
Penyembelihan hewan ternak selain unta, yaitu dengan cara memotong urat leher  di tengah dan dua urat yang berada di samping kanan dan kiri leher. Adapun penyembelihan hewan ternak unta yang diberi tali, sehingga unta itu cepat mati.    
      Syarat penyembelihan
      1. Menyembelih dengan alat yang tajam, yang dapat mengalirkan darah. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Muslim dari Sidad  bin Aus :
“ Rasulullah Saw pernah bersabda : “Allah Ta’ala mewajibkan berbuat baik terhadap segala sesuatu. Maka jika kamu sekalian membunuh, hendaklah dengan cara yang baik, apabila kamu menyembelih, hendaklah bersikap baik dalam menyembelih itu. Dan menggunakan alat penyembelihan yang tajam dan menunggu sampai mati (mengulitinya).” (HR. Muslim).
2.   Sasaran yang dipotong adalah urat nadi yang dalam tenggorokan dan leher, agar binatang yang disembelih itu cepat mati. Sebagaimana yang telah diriwatkan oleh  Ad Daruqudni, bahwa Nabi Saw bersabda :
“(dalam menyembelih) hendaklah memotong urat nadi yang ada dalam leher dan tenggorokan “. (HR Ad-Ddaruqudni).
Apabila hewan itu menjadi buas atau bersembunyi, sehingga mengalami kesulitan dalam membunuh dengan memotong urat nadi tersebut, maka diperbolehkan hewan itu disembelih dengan cara hewan itu dikenai alat yang tajam yang dapat mematikan. Pada waktu melepas atau melempar alat itu disertai membaca basmalah. Hal ini berdasarkan riwayat dari Bukhari dan Muslim :
“Kami bersama Nabi Saw dalam suatu bepergian, maka lepaslah seekor unta dari suatu kaum, sedangkan tiada kuda untuk mengejarnya. Maka seorang dari mereka melepaskan anak panah untuk menahan (membunuh unta itu). Kemudian Rasulullah Saw bersabda : “Sesungguhnya binatang itu mempunyai siafat buas, sebagaimana buasnya biantang liar. Maka bagaimanapun  yang dapat kamu lakukan terhadap binatang itu, maka tempuhlah”. (HR. Bukhari Muslim).
3.  Penyembelih itu hendaknya orang muslim dan sudah akil baligh baik laki-laki maupun perempuan. Tiada halangan kita makan daging dari penyembelihan seorang ahli kitab. Hal itu berdasarkan :
a.    Surah Al-An’am (6) ayat 118 : “ Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut Asma Allah ketika menyembelihnya jika kamu beriman kepada ayat-ayatnya”.
b.     Surat Al-Maidah (5) ayat 5 :
“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik, makanlah yang disembelih orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula baginya…………….”.
4.      Dalam menyembelih binatang itu dengan membaca Basmalah. Hal ini didasarkan pada :
a.     Firman Allah SWT Surat Al-An’am ayat 118, 121 dan ayat 145 :
Ayat 118 surat Al-An’am dapat dibaca pada point 3 (a). Ayat 121 :
“Dan janganlah kamu makan binatang-binatang yang tidak disebut Asma Allah ketika menyembelihnya sesungguhnya perbuatan seperti itu adalah suatu kefasikan………..”.
Ayat 145 :
“Katakanlah : “Tiada kau peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali jika makanan itu bangkai, darah-darah yang mengalir atau daging babi, (karena semua itu kotor) atau binatang yang disembelih atas selain Allah”.
b.     Hadits riwayat Jamaah dari Rabi’bin Hudaidah :
 “Dari Rafi’bin Hudaidah ia bertanya :”Ya Rasulullah kami akan bertemu dengan musuh besok, dan kita akan menyembelih binatang tetapi tidak mendapatkan pisau, maka Nabi bersabda : “Gunakanlah alat yang dapat mengalirkan darah dan sebutlah Nama Allah, maka makanlah daging yang tidak disembelih dengan gigi atau kuku, dan akan saya sebutkan alasannya. Gigi itu tulang dan kuku itu adalah pisaunya orang Habsyi”. (HR Jamaah).
c.     Disamping hadits diatas ada lagi hadits Nabi yang memerintahkan kita untuk membaca basmalah ketika mnyembelih binatang yaitu riwayat Bukhari dari Abdullah bin Umar r.a:“Nabi Saw bersabda :” tidaklah aku makan (daging) kecuali padanya disebut asma Allah SWT”. (HR Bukhari).
       Apabila kita bertamu dijamu makanan dari daging atau membeli daging dipasar kemudian kita ragu-ragu, apakah daging yang kita makan itu pada waktu menyembelih dengan membaca basmallah atau tidak maka untuk meyakinkan diri kita, pada waktu akan makan kita membaca basmallah. Hal itu berdasarkan hadits riwayat Bukhari bahwa sekelompok orang dari sahabat Nabi Saw bertanya kepadanya :” Wahai Nabi ada seseorang menghadiahi daging kepada kami, kami tidak mengetahui apakah pada waktu menyembelih dengan menyebut nama Allah atau tidak ! maka Nabi Saw bersabda :
“ Sebutlah nama Allah olehmu sekalian, kemudian makanlah “. (HR Bukhari).
13. Pembagian Daging Qurban
Para ulam sepakat bahwa :
a.      Shahibul Qurban dan keluarganya diperbolehkan makan daging qurban darinya.
b.     Daging qurban itu diperuntukkan bagi fakir dan miskin. Hal ini berdasarkan pada firman Allah dalam QS Al-Hajj : 36
“……….Maka apabila telah roboh (mati) maka makanlah sebagian dan berilah orang yang tidak minta maupun yang minta minta……”
      Setelah daging qurban itu dibagi dan dimakan sendiri, sisanya diperbolehkan untuk disimpan (diawetkan). Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Saw yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi:
“ ………….Makanlah dan bagikanlah, (jika tidak habis) simpanlah )”
      Bagi shahibul qurban berhak makan daging qurban, itu sesuai dengan tuntunan Nabi Saw bahwa seseorang dianjurkan tidak makan terlebih dahulu sebelum selesai mengerjakan shalat ‘Idul Adha. Hal ini berbeda dengan shalt ‘Idul Fitri, justru dianjurkan makan terlebih dahulu. Anjuran makan sesudah pulang dari shal ‘Idul Adha itu diharapkan yang pertamsa kali dimakan hari itu adalah daging dari hewan qurban tersebut. Hendaknya itu menjadi catatan bagi panitia qurban agar memberi bagian daging kepada Shahibul qurban tidak menghendakinya.
14.  Anjuran bagi Orang Yang Akan Berqurban
Sejak awal bulan Dzulhijjah, orang yang akan berqurban agar tidak :
a.      Memotong kuku
b.      Memotong rambut
       Hal itu sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Jamma’ah ahli hadits kecuali Bukhari, yang berbunyi :
“Dari Umi Salamah ra. Bahwasanya Rasulullah bersabda : “apabila kamu sekalian melihat bulan, pada bulan dzulhijjah an salah satu dari kamu akan berqurban, maka hendaklah ia menahan (tidak memotong) rambut dan kuku “. (HR Jama’ah kecuali Bukhari).

C.      https://rumaysho.com/633-hukum-qurban-secara-kolektif.html
Hukum Qurban Secara Kolektif

    
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang meniti jalan mereka hingga akhir zaman.

Hewan yang digunakan untuk sembelihan qurban adalah unta, sapi[1], dan kambing. Bahkan para ulama berijma’ (bersepakat) tidak sah apabila seseorang melakukan sembelihan dengan selain binatang ternak tadi.[2]
Ketentuan Qurban Kambing
Seekor kambing hanya untuk qurban satu orang dan boleh pahalanya diniatkan untuk seluruh anggota keluarga meskipun jumlahnya banyak atau bahkan yang sudah meninggal dunia.
كَانَ الرَّجُلُ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُضَحِّى بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ
Pada masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ada seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya dan keluarganya.”[3]
Asy Syaukani mengatakan, “(Dari berbagai perselisihan ulama yang ada), yang benar, qurban kambing boleh diniatkan untuk satu keluarga walaupun dalam keluarga tersebut ada 100 jiwa atau lebih.”[4]
Ketentuan Qurban Sapi  dan Unta
Seekor sapi boleh dijadikan qurban untuk 7 orang. Sedangkan seekor unta untuk 10 orang (atau 7 orang)[5]. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu beliau mengatakan,
كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى سَفَرٍ فَحَضَرَ الأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِى الْبَقَرَةِ سَبْعَةً وَفِى الْبَعِيرِ عَشَرَةً
”Dahulu kami penah bersafar bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam lalu tibalah hari raya Idul Adha maka kami pun berserikat sepuluh orang untuk qurban seekor unta. Sedangkan untuk seekor sapi kami berserikat sebanyak tujuh orang.”[6]
Begitu pula dari orang yang ikut urunan qurban sapi atau unta, masing-masing boleh meniatkan untuk dirinya dan keluarganya. Perhatikan fatwa Al Lajnah Ad Da-imah berikut.
Soal pertama dari Fatwa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ’Ilmiyah wal Ifta’ no. 8790
Soal: Bolehkah seorang muslim berqurban unta atau sapi untuk tujuh orang, lalu masing-masing meniatkan untuk orang tua, anak, kerabat, pengajar dan kaum muslimin lainnya.  Apakah urunan tujuh orang tadi masing-masing diniatkan untuk satu orang saja (tanpa disertai lainnya) atau pahalanya boleh untuk yang lainnya?
Jawab: Yang diajarkan, unta dan sapi dibolehkan untuk tujuh orang. Setiap tujuh orang itu boleh meniatkan untuk dirinya sendiri dan anggota keluarganya.
Yang menandatangai fatwa ini:
Anggota: ’Abdullah bin Qu’ud, ’Abdullah bin Ghodyan
Wakil ketua: ’Abdur Rozaq ’Afifi
Ketua: ’Abdul ’Aziz bin ’Abdillah bin Baz[7]
Bagaimana Hukum Qurban Secara Kolektif?
Sebagaimana ketentuan di atas, satu kambing hanya boleh untuk satu orang (dan boleh diniatkan untuk anggota keluarga), satu sapi untuk tujuh orang (termasuk anggota keluarganya), dan satu unta untuk sepuluh orang (termasuk anggota keluarganya), lalu bagaimana jika 1 kambing dijadikan qurban untuk 10 orang atau untuk satu sekolahan (yang memiliki murid ratusan orang) atau satu desa? Ada yang melakukan seperti ini dengan alasan dana yang begitu terbatas.
Sebagai jawabannya, alangkah baiknya kita perhatikan fatwa ulama yang terhimpun dalam Al Lajnah Ad Da-imah (komisi fatwa di Saudi Arabia) mengenai hal ini.
Soal kedua dari Fatwa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ’Ilmiyyah wal Ifta’ no. 3055
Soal: Ada seorang ayah yang meninggal dunia. Kemudian anaknya tersebut ingin berqurban untuk ayahnya. Namun ada yang menyarankan padanya, ”Engkau tidak boleh menyembelih unta untuk qurban satu orang. Sebaiknya yang disembelih adalah satu ekor kambing. Karena unta lebih utama dari kambing. Jadi yang mengatakan ”Sembelihlah unta”, itu keliru”. Karena apabila ingin berkurban dengan unta, maka harus dengan patungan bareng-bareng.
Jawab:
Boleh berkurban atas nama orang yang meninggal dunia, baik dengan satu kambing atau satu unta. Adapun orang yang mengatakan bahwa unta hanya boleh disembelih dengan patungan bareng-bareng, maka perkataan dia yang sebenarnya keliru. Akan tetapi, kambing tidak sah kecuali untuk satu orang dan shohibul qurban (orang yang berqurban) boleh meniatkan pahala qurban kambing tadi untuk anggota keluarganya. Adapun unta boleh untuk satu atau tujuh orang dengan bareng-bareng berqurban. Tujuh orang tadi nantinya boleh patungan dalam qurban satu unta. Sedangkan sapi, kasusnya sama dengan unta.
Hanya Allah yang memberi taufik. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Yang menandatangai fatwa ini:
Anggota: ’Abdullah bin Qu’ud, ’Abdullah bin Ghodyan
Ketua: ’Abdul ’Aziz bin ’Abdillah bin Baz[8]
Dari penjelasan ini, maka kita bisa ambil beberapa pelajaran:
1.     Seorang pelaku qurban dengan seekor kambing boleh mengatasnamakan qurbannya atas dirinya dan keluarganya.
2.     Qurban dengan sapi atau unta boleh dipikul oleh tujuh orang.
3.     Yang dimaksud kambing untuk satu orang, sapi dan unta untuk tujuh orang adalah dalam masalah orang yang menanggung pembiayaannya.
4.     Tidak sah berqurban dengan seekor kambing secara kolektif/urunan lebih dari satu orang lalu diniatkan atas nama jama’ah, sekolah, RT atau desa. Kambing yang disembelih dengan cara seperti ini merupakan daging kambing biasa dan bukan daging qurban.
Solusi dalam Iuran Qurban
Solusi yang bisa kami tawarkan untuk masalah iuran hewan qurban secara patungan adalah dengan acara arisan qurban. Jadi setiap tahun beberapa orang bisa bergantian untuk berqurban. Di antara alasan dibolehkan hal ini karena sebagian ulama membolehkan berutang ketika melakukan qurban.
Imam Ahmad bin Hambal mengatakan tentang orang yang tidak mampu aqiqah, ”Jika seseorang tidak mampu aqiqah, maka hendaknya ia mencari utangan dan berharap Allah akan menolong melunasinya. Karena seperti ini akan menghidupkan ajaran Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam.”[9] Qurban sama halnya dengan aqiqah.
Sufyan Ats Tsauri mengatakan, ”Dulu Abu Hatim pernah mencari utangan dan beliau pun menggiring unta untuk disembelih. Lalu dikatakan padanya, ”Apakah betul engkau mencari utangan dan telah menggiring unta untuk disembelih?” Abu Hatim menjawab, ”Aku telah mendengar firman Allah,
لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ
Kamu akan memperoleh kebaikan yang banyak padanya.” (QS. Al Hajj: 36)”[10]
Catatan:
1.     Yang mengikuti arisan tersebut hendaknya orang yang berkemampuan karena yang namanya arisan berarti berutang.
2.     Harga kambing bisa berubah setiap tahunnya. Oleh karena itu, arisan pada tahun pertama lebih baik setorannya dilebihkan dari perkiraan harga kambing untuk tahun tersebut.
3.     Ketika menyembelih tetap mengatasnamakan individu (satu orang untuk kambing atau tujuh orang untuk sapi dan unta) dan bukan mengatasnamakan jama’ah atau kelompok arisan.
Bagaimana dengan Hadits ”Ini adalah qurbanku dan qurban siapa saja dari umatku yang belum berqurban”?
Sebagian orang ada yang beralasan benarnya qurban secara kolektif melebihi ketentuan syari’at yang dikemukakan di atas dengan alasan hadits Jabir bin ’Abdillah berikut,
شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الأَضْحَى بِالْمُصَلَّى فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ وَأُتِىَ بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِيَدِهِ وَقَالَ « بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّى وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِى ».
”Aku bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menghadiri shalat Idul Adha di tanah lapang. Setelah Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berkhutbah, beliau turun dari mimbar kemudian beliau diserahkan satu ekor domba. Lalu beliau memotong dengan tangannya, lantas bersabda, ”Bismillah, wallahu akbar. Ini adalah qurbanku dan qurban siapa saja dari umatku yang tidak ikut berqurban”.”[11] Mereka beralasan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam saja niatkan untuk seluruh umatnya yang tidak berqurban, maka berarti kami boleh niatkan qurban untuk satu RT, satu sekolahan atau satu desa.
Sanggahan: Mengenai hadits ”qurban siapa saja yang tidak ikut berqurban”, ini adalah khusus untuk Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan tidak untuk yang lainnya. Jadi, beliau diperbolehkan berkurban untuk seluruh umatnya (selain keluarganya). Sedangkan umatnya hanya diperbolehkan menyembelih qurban untuk dirinya dan keluarganya sebagaimana dijelaskan di muka.
Al Qodhi Abu Ishaq mengatakan, ”Perkataan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ini –wallahu a’lam- sebagaimana seseorang boleh  berqurban untuk dirinya dan keluarganya, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam boleh berqurban atas nama seluruh kaum muslimin karena beliau adalah ayah mereka dan istri-istri beliau adalah ibu mereka.”[12] Oleh karena, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah ayah kaum muslimin, maka beliau diperbolehkan meniatkan qurban untuk dirinya dan keluarganya (yaitu seluruh kaum muslimin).
Kesimpulan:
1.     Penyembelihan qurban untuk diri dan keluarga dibolehkan sebagaimana pendapat mayoritas ulama. Hal ini berdasarkan amalan yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan para sahabatnya.
2.     Penyembelihan qurban untuk diri sendiri dan untuk seluruh umat Islam selain keluarga hanyalah khusus bagi Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Dalilnya, para sahabat tidak ada yang melakukan hal tersebut sepeninggal Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam. Yang ada mereka hanya menyembelih qurban untuk diri sendiri dan keluarga.
3.     Sebagian kaum muslimin yang menyembelih qurban untuk satu sekolah atau untuk satu RT atau untuk satu desa adalah keliru, seperti ini tidak dilakukan oleh para salaf terdahulu.
– Tambahan pembahasan –
Ketentuan Umur Hewan Qurban
Ketentuan umur untuk hewan qurban tersebut adalah sebagai berikut.
1.     Unta, umur minimal  5 tahun
2.     Sapi, umur minimal 2 tahun
3.     Kambing, umur minimal 1 tahun
4.     Domba Jadza’ah, umur minimal 6 bulan[13]
Hewan Qurban yang Lebih Utama
Yang paling dianjurkan sebagai hewan qurban sebagai berikut:
1.     Yang paling gemuk dan sempurna. Bahkan jika berqurban dengan satu qurban yang gemuk itu lebih baik daripada dua hewan qurban yang kurus. Karena yang diinginkan adalah daging. Semakin banyak daging yang dimiliki hewan tersebut maka itu semakin baik.
2.     Hewan qurban yang lebih utama adalah unta, kemudian sapi, kemudian kambing. Namun satu ekor kambing lebih baik daripada kolektif dalam sapi atau unta.
3.     Warna yang paling utama adalah putih polos, kemudian warna debu (abu-abu), kemudian warna hitam.
4.     Berkurban dengan hewan jantan lebih utama dari hewan betina.[14]
Cacat Hewan Qurban[15]
Cacat hewan qurban dibagi menjadi 3:
1.     Cacat yang menyebabkan tidak sah untuk berqurban, ada 4:
·         Buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya
Jika butanya belum jelas – orang yang melihatnya menilai belum buta – meskipun pada hakekatnya kambing tersebut satu matanya tidak berfungsi maka boleh diqurbankan. Demikian pula hewan yang rabun senja. ulama’ madzhab syafi’iyah menegaskan hewan yang rabun boleh digunakan untuk qurban karena bukan termasuk hewan yang buta sebelah matanya.
·         Sakit dan tampak jelas sakitnya
·         Pincang dan tampak jelas pincangnya
Artinya pincang dan tidak bisa berjalan normal. Akan tetapi jika baru kelihatan pincang namun bisa berjalan dengan baik maka boleh dijadikan hewan qurban.
·         Sangat tua sampai-sampai tidak punya sumsum tulang
Dan jika ada hewan yang cacatnya lebih parah dari 4 jenis cacat di atas maka lebih tidak boleh untuk digunakan berqurban. (lih. Shahih Fiqih Sunnah, 2I/373 & Syarhul Mumti’ 3/294).
2. Cacat yang menyebabkan makruh untuk berqurban, ada 2:
·         Sebagian atau keseluruhan telinganya terpotong
·         Tanduknya pecah atau patah (lihat Shahih Fiqih Sunnah, 2/373)
3. Cacat yang tidak berpengaruh pada hewan qurban (boleh dijadikan untuk qurban) namun kurang sempurna.
Selain 6 jenis cacat di atas atau cacat yang tidak lebih parah dari itu maka tidak berpengaruh pada status hewan qurban. Misalnya tidak bergigi (ompong), tidak berekor, bunting, atau tidak berhidung. Wallahu a’lam. (lihat Shahih Fiqih Sunnah, 2/373)
Semoga pelajaran yang kami sajikan ini bermanfaat bagi kaum muslimin sekalian. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Pangukan, Sleman, siang hari, 16 Dzulqo’dah 1430 H


[1] Sebagian ulama menyamakan kerbau dengan sapi.
[2] Lihat Shahih Fiqih Sunnah, Abu Malik Kamal bin As Sayid Salim, 2/369, Maktabah At Taufiqiyah.
[3] HR. Tirmidzi no. 1505, Ibnu Majah no. 3138. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Al Irwa’ no. 1142.
[4] Nailul Author, Asy Syaukani, 8/125, Mawqi’ Al Islam.
[5] Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa satu unta hanya dijadikan urunan tujuh orang untuk udh-hiyah karena diqiyaskan dengan unta pada al hadyu. Sedangkan Asy Syaukani mengatakan bahwa unta udh-hiyah boleh untuk sepuluh orang dan unta al hadyu untuk tujuh orang. (Shahih Fiqih Sunnah, 2/370)
[6] HR. Tirmidzi no. 905, Ibnu Majah no. 3131. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih, sebagaimana dalam Misykatul Mashobih 1469 [17].
[7] Fatawa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyah wal Ifta’, 11/405, Darul Ifta’
[8] Fatawa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyah wal Ifta’, 11/403
[9] Lihat Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/11011, Multaqo Ahlul Hadits.
[10] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Abul Fida’ Ibnu Katsir, 5/426, Dar Thoyibah, cetakan kedua, tahun 1420 H.
[11] HR. Abu Daud no. 2810, At Tirmidzi no. 1521. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih
[12] Al Muntaqo Syarh Al Muwatho’, 3/113, Mawqi’ Al Islam.
[13] Lihat Shahih Fiqih Sunnah, hal. 2/370-372.
[14] Lihat Shahih Fiqih Sunnah, hal. 2/374-375.
[15] Diambil dari tulisan saudara kami tercinta -Ustadz Ammi Nur Baits- yang dimuat di www.muslim.or.id dan Buletin At Tauhid. Semoga Allah membalas amalan beliau dengan pahala yang melimpah di sisi-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar